loading...
Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) menegaskan komitmen untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan peran masjid dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, yang hadir mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam pembukaan Sarasehan Kemasjidan dan Lokakarya Nasional Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) serta Kick-Off Program FOREMOST (Family Orientation at the Mosque’s Site) yang digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Senin (7/7/2025) di Jakarta.
“Kami siap mendorong agar masjid tidak lagi hanya dipandang sebagai objek keagamaan semata, tapi sebagai subjek pembangunan sosial. Sudah saatnya masjid masuk dalam agenda pembangunan daerah secara resmi melalui RPJMD,” tegasnya.
Baca Juga: Kakbah dan Tempat-tempat Suci di Makkah
Menurutnya, pemerintah daerah selama ini belum banyak yang memberi perhatian serius terhadap masjid sebagai institusi sosial yang memiliki dampak besar terhadap ketahanan masyarakat. Padahal, dalam banyak kasus, masjid justru menjadi pusat pembinaan, penyuluhan, hingga pemulihan sosial berbasis komunitas.
“Masjid adalah simpul sosial umat Islam. Kalau ingin menjaga stabilitas sosial dan memperkuat keluarga, maka intervensi strategis berbasis masjid sangat penting. Ini bukan hanya tanggung jawab Kementerian Agama, tapi juga pemerintah daerah,” ujarnya.
Bahtiar menekankan bahwa pemerintah pusat melalui Kemendagri akan menyiapkan mekanisme pendampingan agar pemerintah daerah dapat mengintegrasikan program-program kemasjidan ke dalam perencanaan pembangunan mereka. “Arahan politik pembangunan kita sekarang harus menyentuh akar-akar sosial di masyarakat. Masjid adalah salah satunya,” tambahnya.
Ia juga menyinggung urgensi membangun sinergi pentahelix dalam penguatan fungsi masjid. “Kita butuh kolaborasi antarlembaga: Kemenag, Kemendagri, Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4), BKM, ormas Islam, akademisi, media, dan pelaku usaha. Karena isu-isu strategis umat seperti perceraian, narkoba, kemiskinan, radikalisme, itu semua bersinggungan langsung dengan fungsi masjid,” jelas Bahtiar.
Menurutnya, pendekatan top-down saja tidak cukup. Dibutuhkan kerja dari tingkat desa dan kelurahan. “Saya berharap BKM juga bisa mendorong kepala desa dan lurah untuk mulai memikirkan masjid dalam RPJMD dan program prioritas mereka,” katanya.
Bahtiar juga mengapresiasi program FOREMOST sebagai bentuk inovasi sosial berbasis masjid. Menurutnya, inisiatif tersebut harus dijadikan model nasional yang diperluas implementasinya. “FOREMOST adalah contoh konkret bagaimana masjid bisa hadir sebagai pilar ketahanan keluarga. Ini harus kita dukung,” ujarnya.
Ia pun mendorong adanya penguatan kelembagaan dan regulasi kemasjidan di tingkat pusat dan daerah agar program-program seperti FOREMOST memiliki payung hukum yang jelas. “Kalau perlu dibuat Peraturan Presiden atau minimal Permendagri tentang kemasjidan. Jangan hanya mengandalkan goodwill,” tegasnya.
Sarasehan Kemasjidan dan Kick-Off FOREMOST, menurutnya, merupakan momentum penting untuk menyatukan langkah strategis antara pusat dan daerah dalam pemberdayaan masjid. “Pembangunan manusia tidak bisa dilepaskan dari institusi sosial seperti masjid. Dan negara harus hadir memperkuatnya,” kata Bahtiar.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 695.000 masjid dan musala, dan puluhan ribu di antaranya sudah aktif menjalankan fungsi pendidikan dan sosial. “Bayangkan kalau semuanya didukung dan diintegrasikan ke dalam sistem pembangunan daerah. Itu akan menjadi kekuatan besar bangsa,” pungkasnya.
Acara ini dibuka oleh Wakil Menteri Agama Romo R. Muhammad Syafi’i. Dihadiri juga para direktur pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Ketua BP4 Pusat Zahrotun Nihayah, serta ratusan peserta dari BKM pusat dan provinsi, mitra strategis kemasjidan, dan peserta daring dari berbagai daerah.
(aww)