Jakarta -
Masa kanak-kanak adalah waktu emas untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembentukan karakter. Salah satu cara yang efektif dan menyenangkan untuk melakukan itu adalah melalui dongeng. Dongeng tidak hanya cerita pengantar tidur yang memikat imajinasi, tetapi juga sarana pembelajaran yang mengandung pesan moral yang dalam.
Saat anak-anak usia SD berada dalam tahap perkembangan yang aktif secara kognitif dan emosional. Dengan pemahaman konsep sebab-akibat, belajar menempatkan diri dalam situasi orang lain, serta mulai membentuk nilai dan prinsip hidup. Melalui dongeng, anak-anak dapat belajar dari tokoh-tokoh cerita yang mengalami tantangan, membuat pilihan, dan mendapatkan konsekuensi.
Tidak semua dongeng harus panjang dan kompleks. Justru, dongeng pendek yang sederhana namun menyentuh bisa lebih mudah dipahami dan diingat oleh anak-anak. Dengan durasi cerita yang singkat, anak-anak bisa tetap fokus dan antusias, tanpa kehilangan inti pesan yang ingin disampaikan.
Selain menyampaikan pesan moral, dongeng juga membantu mengembangkan keterampilan bahasa dan imajinasi anak. Saat mendengarkan atau membaca cerita, anak-anak memperkaya kosa kata, memahami struktur kalimat, dan belajar menyusun narasi.
Di samping itu, imajinasi mereka pun terasah saat membayangkan latar, tokoh, dan petualangan yang terjadi dalam cerita. Hal ini juga mendukung perkembangan akademis dan sosial mereka secara holistik.
Dikutip dari buku 101 Dongeng Seru Sebelum Bobok oleh Fitri Haryani Nasution, terdapat beberapa dongeng pendek yang dapat Bunda bacakan sebagai pengantar tidur Si Kecil dengan pesan moralnya.
1. Dongeng Pak Kerdil
Dahulu kala, hiduplah seorang petani bertubuh sangat kecil. Semua orang memanggilnya dengan nama Pak Kerdil. Pak Kerdil adalah seorang kakek yang tinggal sendiri di sebuah gubuk kecil di desa. Ia lelaki yang miskin dan tidak punya keluarga. Suatu hari, Pak Kerdil mencangkul tanah. Saat itu, seseorang datang memanggilnya.
"Pak Kerdil."
"Ada apa?" tanya Pak Kerdil.
"Ada seseorang datang ke rumahmu. Seorang anak kecil," ucap warga itu. Pak Kerdil bingung karena merasa tidak punya keluarga.
"Baiklah, aku akan pulang," jawab Pak Kerdil. Ia langsung memasukkan cangkulnya dan pulang. Begitu tiba, ia bertemu dengan seorang anak. Anak itu berdiri di depan pintu rumah Pak Kerdil. "Siapakah kau? Apakah aku mengenalmu?" tanya Pak Kerdil.
"Saya Adrian. Bunda menyuruh saya ke sini untuk menjumpai Pak Kerdil," jawab anak itu.
"Siapa ibundamu? Untuk apa ia menyuruhmu kemari?" tanya Pak Kerdil lagi.
"Bundaku seorang janda tua yang tinggal di pinggir desa. menyuruhku untuk meminta beras kepadamu. Kami tidak memiliki beras di rumah," jawab anak itu polos.
Pak Kerdil merasa iba dan kasihan, Pak Kerdil lalu membuka pintu rumah dan mempersilakan anak itu duduk. Selain beras, ia juga memberikan makan dan minum.
"Terima kasih, Pak Kerdil. Untuk membalas kebaikanmu, katakanlah padaku apa keinginan terbesar dalam hidupmu," ucap anak itu. Ternyata, anak itu jelmaan malaikat. Ia ingin menguji apakah Pak Kerdil mau menolongnya.
"Nak, aku ikhlas membantumu. Namun, jika kau ingin mengetahui keinginan terbesarku, aku ingin menjadi tinggi. Sangat sulit bagiku yang kerdil untuk menanam hingga memanen sawah dengan tubuhku yang kerdil," ucap Pak Kerdil.
Anak itu tersenyum. Seketika itu juga, Pak Kerdil merasakan tubuhnya seperti tertarik ke atas. Dalam beberapa detik, ia menjadi seseorang yang tinggi. Kini, semua orang tidak memanggilnya Pak Kerdil lagi.
Pesan moral: Alangkah indahnya jika kita saling menolong dan saling berbagi dengan ikhlas kepada orang yang membutuhkan.
2. Dongeng miki tikus dan ekornya yang hilang
Dua orang anak tikus sedang berkelahi saat Ibunda tikus baru pulang ke sarangnya. Kakaknya bernama Miki dan adiknya bernama Mika. Sang Bunda sangat marah karena persediaan keju makanan mereka jatuh berserakan di tanah. Ia lalu bertanya pada kedua anaknya.
"Siapa yang menaburkan semua keju ini?" tanya ibundanya. Miki melotot kepada Mika. Sebenarnya, Miki yang menjatuhkan keju hingga bertaburan ke tanah. Karena takut dimarahi Bundanya, ia mengancam Mika untuk tidak berkata jujur.
"Mika yang melakukannya, Bun!" ucap Miki.
"Benarkah itu, Mika?" tanya Ibu ke Mika.
"Tidak, Bu. Bukan aku," Mika membela diri, namun tak sanggup untuk mengucapkan bahwa Miki pelakunya.
"Baiklah. Siapa yang berbohong ekornya akan hilang," kata Bunda. Tiba-tiba, ekor Miki menghilang. Miki pun menangis. Bunda kini tahu siapa yang berbohong. Miki menerima akibat kebohongan yang dilakukannya. Ekornya tidak pernah lagi tumbuh.
Pesan moral: Jangan pernah berbohong. Kamu akan menuai sendiri akibat kebohonganmu.
3. Dongeng peri air
Sebuah kampung dengan tanah yang subur dihuni oleh ratusan keluarga. Namun, suatu hari, kemarau panjang melanda. Sawah-sawah gagal panen karena tidak ada air untuk irigasi. Kebun-kebun juga tidak menghasilkan buah. Para penduduk sangat resah.
Di pinggiran kampung, ada suatu sumur yang letaknya di belakang rumah seorang nenek. Si Nenek hidup bersama cucu laki-lakinya. Sumur nenek ini airnya sangat sedikit. Saat itu, cucunya sedang sakit karena kurang minum. Si Nenek pun menimba air sedikit demi sedikit untuk diberikan kepada cucunya.
Lama-kelamaan tubuh si Nenek melemah. Untungnya, si Cucu mulai membaik. Sekarang, gantian sang Cucu yang merawat si Nenek. Si Cucu merawat sang Nenek dengan penuh kasih sayang.
Suatu hari, datanglah peri cantik bersayap biru. Mereka terkejut.
"Saya ingin memberikan ini," kata si Peri sambil menyodorkan botol kecil berisi air. "Tuangkan semua airnya ke dalam sumur kalian."
Sesuai perintah si Peri, sang Cucu menuangkan isi botol ke dalam sumur. Tiba-tiba, sumur yang kering itu penuh dengan air. Ia bersorak gembira dan bersyukur kepada Tuhan. Tak lupa, mereka membagi-bagikan air sumur itu kepada semua orang. Sebanyak apa pun diambil, sumur itu tak pernah kering.
Pesan moral: Kita harus saling menyayangi satu sama lain. Ingatlah berbagi saat kamu memiliki lebih. Saling berbagi itu indah.
4. Si Parkit Raja Parakeet
Dikutip dari buku Rangkuman 100 Cerita Rakyat Indonesia oleh Irwan Rouf, Shenia Ananda, terdapat beberapa dongeng pendek yang dapat Bunda bacakan sebagai pengantar tidur Si Kecil dengan pesan moralnya:
Konon, di tengah hutan belantara Aceh, hiduplah sekawanan burung parakeet yang hidup damai, tenteram, dan makmur. Kawanan burung tersebut dipimpin oleh seorang raja parakeet yang bernama si Parkit.
Suatu hari datanglah seorang pemburu yang berniat menangkap mereka dengan cara memasang perekat. Si Parkit mengetahui niat jahat pemburu dan memberitahukan pada seluruh kawanan burung untuk berhati-hati.
Saat burung-burung itu keluar dari sarangnya untuk mencari makan, mereka terekat pada perekat si Pemburu. Mereka berusaha melepaskan diri tetapi sia-sia. Melihat kejadian itu, si Parkit menenangkan rakyatnya dan memberi tahu untuk berpura-pura mati saat pemburu melepaskan mereka dari perekatnya, agar si Pemburu itu nantinya tidak jadi mengambil mereka.
Ternyata cara itu dapat mengetahui si Pemburu dan saat lengah, kawanan burung tersebut melarikan diri. Si Pemburu pun kaget dan menyadari bahwa ia telah ditipu. Malangnya, si Parkit justru masih terjebak. Pemburu segera menghampirinya dan mengancam akan membunuhnya. Si Parkit yang ketakutan pun membujuk si Pemburu agar tidak membunuhnya dan berjanji akan bernyanyi setiap hari untuk menghibur pemburu.
Sejak saat itu, setiap hari si Parkit selalu bernyanyi. Banyak orang yang memuji kemerduan si Parkit, salah satunya Raja Aceh, Akhirnya, dengan menyerahkan sejumlah uang kepada pemburu, si Parkit pun menjadi milik raja. Ia dibawa ke istana, dimasukkan ke dalam sangkar emas, dan diberikan makanan enak setiap harinya.
Meskipun serba enak, si Parkit tetap ingin kembali ke hutan, agar ia bisa terbang bebas bersama rakyatnya. Si Parkit pun memikirkan cara untuk bisa keluar dari sangkar dan memutuskan untuk berpura-pura mati.
Suatu hari, petugas istana melaporkan kematian si Parkit pada raja. Sang raja pun sedih mendengar berita kematian itu. Namun, ketika hendak dikuburkan, si Parkit dengan cepat terbang setinggi-tingginya. Akhirnya si Parkit yang cerdik itu bisa kembali ke hutan. Kedatangan si Parkit pun disambut dengan meriah oleh rakyatnya.
Pesan moral: Kebebasan lebih berharga daripada kemewahan, dan kecerdikan serta keberanian dapat membebaskan kita dari situasi sulit.
5. Tujuh anak lelaki
Di sebuah kampung di Aceh, hiduplah sepasang suami istri miskin dengan tujuh anak laki-laki. Mereka hidup damai meski serba kekurangan. Suatu ketika, kemarau panjang membuat tanaman mati dan warga kelaparan. Karena tak sanggup menghidupi anak-anaknya, pasangan itu berencana meninggalkan mereka di hutan.
Tanpa diketahui, anak ketiga mendengar rencana itu. Keesokan harinya, mereka dibawa ke hutan dan ditinggalkan. Anak ketiga memberitahu saudara-saudaranya, lalu mereka bermalam dalam pohon besar berlubang.
Keesokan paginya, mereka berjalan hingga menemukan rumah raksasa. Sang raksasa betina menolong dan menyembunyikan mereka dari suaminya. Sebelum pergi, raksasa betina memberi mereka makanan serta emas dan intan.
Ketujuh anak itu kemudian berlayar dan tiba di negeri yang damai. Mereka menjual harta pemberian raksasa, membeli tanah, bekerja keras, dan hidup sejahtera. Setelah dewasa, si Bungsu mengajak kakak-kakaknya mencari orangtua mereka.
Setelah perjalanan panjang, mereka menemukan orangtua mereka hidup miskin di kampung lain. Ketujuh bersaudara itu membawa kedua orangtuanya pulang dan merawat mereka dengan penuh kasih sayang.
Akhirnya, mereka hidup bahagia bersama, saling menyayangi, dan bersyukur atas segala karunia Tuhan.
Pesan moral: Kesabaran, kerja keras, dan kasih sayang akan membawa kebahagiaan, dan anak yang berbakti akan selalu kembali memuliakan orang tuanya, meskipun pernah disakiti.
6. Banta Berensyah
Di sebuah kampung terpencil di Aceh, tinggal seorang janda tua bersama anaknya, Banta Berensyah. Mereka hidup sederhana dan miskin. Suatu hari, mereka mendengar sayembara dari raja: siapa pun yang dapat membuat baju dari emas dan suasa akan menikah dengan Putri Terus Mata. Banta pun mencoba peruntungan dan menumpang kapal pamannya, Jakub, yang kaya namun kikir.
Setelah berpisah arah, Banta melanjutkan perjalanan dengan daun talas pemberian ibunya dan berhasil menemukan kain yang dicari, meskipun harus membayarnya dengan permainan seruling. Dalam perjalanan pulang, Jakub merampas seruling Banta, mencuri kain emas dan suasa, lalu membuang Banta ke laut. Beruntung, Banta diselamatkan oleh pasangan suami istri yang merawatnya hingga pulih.
Setelah kembali ke kampung, Banta mengetahui bahwa Jakub akan menikah dengan sang putri. Banta datang ke acara pernikahan itu, dan tiba-tiba seekor elang muncul, mengungkap bahwa kain itu milik Banta. Jakub panik dan tewas saat mencoba melarikan diri. Setelah mendengar kebenaran dari Banta, sang raja membatalkan pernikahan dan justru menikahkan Banta dengan sang putri. Kemudian, Banta pun hidup bahagia dan menjadi penerus kerajaan.
Pesan moral: Kejujuran, ketekunan, dan kebaikan hati akan selalu menang atas kelicikan dan kejahatan. Kebenaran pada akhirnya akan terungkap dan membuahkan keadilan bagi orang yang tulus.
7. Asal usul padi
ilustrasi padi/Foto: Getty Images/primeimages
Di Tanah Karo, Sumatera Utara terjadi kemarau panjang. Beru Dayang seorang anak laki-laki yang sudah yatim meninggal karena kelaparan. Sang ibu pun bersedih sampai memutuskan terjun ke sungai yang dalam.
Beberapa bulan berlalu, musim kemarau belum juga berakhir. Tiba-tiba seorang anak kecil menemukan buah berbentuk bulat sebesar labu. Tidak ada satu orang pun yang mengenali buah itu bahkan raja pun demikian.
Saat seluruh penduduk berkumpul, tiba-tiba terdengar suara dari angkasa bahwa buah itu adalah jelmaan dari si Beru Dayang. Suara itu memerintahkan para penduduk untuk menanam buah tersebut agar tidak lagi ada yang kelaparan. Ia juga meminta dipertemukan dengan ibunya yang menjelma menjadi ikan.
Raja pun memerintahkan penduduk desa menanam buah tersebut dan memanennya setelah tiga bulan. Buah itu kemudian dijemur, ditumbuk, dan dimasak. Rupanya buah itu adalah padi. Untuk mempertemukan si Beru Dayang dengan ibunya, masyarakat Tanah Karo menyantap makanan bersama ikan.
Pesan moral: Penting bekerja sama dalam mengatasi masalah. Cerita ini berasal dari Sumatera Utara.
8. Asal mula telaga warna
Dahulu kala ada seorang Raja dan Permaisurinya yang mendambakan kehadiran seorang buah hati. Mereka sudah bertahun-tahun menunggu. Hingga akhirnya, Raja memutuskan untuk bertapa di hutan. Di sana Raja terus berdoa dan memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk segera dikaruniai seorang anak.
Tak lama setelah itu doa sang Raja pun terkabul. Permaisuri hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Raja dan Permaisuri sangat bahagia. Seluruh rakyat juga bersuka cita menyambut kelahiran Putri Raja.
Sang Putri hidup dalam kemewahan dan sangat dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Apapun yang ia mau harus selalu dituruti. Oleh karena itu ia tumbuh menjadi gadis yang sombong dan angkuh.
Suatu hari menjelang tahun sang Putri yang ketujuh belas, Raja pergi berkelana ke penjuru negeri demi mencari kado istimewa untuk anak gadisnya itu.
Di sebuah desa ia bertemu seorang pengrajin tua. Raja membeli sesuatu paling berharga dari pengrajin tersebut.
"Ini adalah sebuah kalung istimewa, terbuat dari untaian permata berwarna-warni. Tak pernah kulepaskan kepada siapapun kecuali Yang Mulia," ujarnya sembari terbatuk-batuk.
"Terima kasih, Pak Tua. Anakku pasti senang sekali dengan hadiah indah ini," ucap sang Raja penuh haru.
Tepat di hari ulang tahun sang Putri, semua rakyat berkumpul dan berpesta di istana. Raja dan Permaisuri telah menyiapkan hadiah kalung permata warna-warni.
"Anakku, ini hadiah untukmu. Lihat, indah sekali, bukan? Kamu pasti menyukainya," kata Raja.
Raja bersiap mengalungkan kalung itu ke leher putrinya. Sungguh di luar dugaan, Putri menolak mengenakan kalung itu.
"Hadiah apa ini? Jelek sekali," tolak Putri dengan kasar.
Raja dan Permaisuri terkejut dengan sikap putrinya, namun mereka berusaha membujuknya.
"Tidak! Aku tidak suka kalung ini, Ayah! Jelek sekali dan terlihat murah," teriaknya sambil melempar kalung itu ke lantai hingga permatanya tercerai-berai.
Raja dan Permaisuri sangat sedih. Tiba-tiba Permaisuri menangis terisak. Perlahan tangisan Permaisuri semakin menjadi dan menyayat hati.
Seluruh rakyat yang hadir turut menangis. Mereka sedih dan kecewa melihat tingkah laku Putri yang mereka sayangi.
Tidak disangka, air mata yang tumpah ke lantai berubah menjadi aliran air. Air tersebut menghanyutkan permata-permata yang berserakan hingga membentuk sebuah danau. Anehnya, air danau berwarna-warni seperti warna permata kalung yang dibuang sang Putri. Kini danau itu dikenal dengan nama Telaga Warna.
Pesan moral: Kesombongan dan sikap tidak tahu berterima kasih bisa melukai hati orang lain dan membawa penyesalan mendalam. Maka, hargailah pemberian dengan tulus, sekecil apa pun itu.
9. Dongeng anak kancil dan buaya
Suatu hari, ada Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Kancil pun pergi untuk mencari di luar kawasannya.
Saat dihadapkan dengan sungai yang harus disebranginya, Kancil mendapati banyak sekali buaya yang sedang kelaparan. Saat mendekati tepi sungai, ia pun memerintahkan kepada Buaya untuk memanggil kawanannya sebab Raja Hutan akan memberi mereka makan.
Kawanan Buaya itu pun diminta berbaris ke permukaan karena jumlah mereka hendak dihitung Kancil. Buaya pun menuruti perintah Kancil. Tapi ternyata itu hanyalah tipu daya Kancil agar ia dapat menyebrangi sungai tanpa cengkraman para Buaya.
Pesan moral: Cerita yang sudah tidak asing ini mengajarkan bahwa kecerdikan dapat mengalahkan kekuatan.
10. Kisah terjadinya Danau Toba
Hiduplah seorang pemuda di suatu desa dekat danau. Pemuda itu selalu menangkap ikan dengan bubu (pukat). Suatu hari ia mendapatkan ikan yang sangat besar. Ikan itu dapat berbicara dan memintanya untuk membawa pulang dengan perjanjian yang harus disepakati.
Pemuda itu harus berjanji tidak akan memberitahu siapa pun mengenai asal usul ikan tersebut. Setelah si pemuda menyepakatinya, ikan tersebut berubah menjadi gadis yang cantik. Mereka pun menikah.
Seiring berjalannya waktu mereka memiliki dua orang anak. Setelah anak pertama beranjak remaja, ia ditugaskan mengantar nasi dan air tajin kepada ayahnya di ladang. Satu waktu, si istri tidak menyediakan air tajin seperti biasanya.
Suaminya merasa kesal dan berucap kalau istrinya adalah seekor ikan. Si suami telah melanggar janjinya. Istrinya meninggalkan mereka. Terjadi hujan deras sampai kampung tersebut dilanda banjir. Seluruh penduduk kampung tenggelam termasuk si suami beserta dua anaknya. Genangan air itu menjadi besar dan disebut dengan Danau Toba.
Pesan moral: Dapat dijadikan pembelajaran ialah pentingnya menepati janji. Cerita Danau Toba ini berasal dari Sumatera Utara.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)