Jakarta -
Hubungan intim antara suami dan istri bukanlah hal yang dilarang dalam Islam, justru dianjurkan sebagai wujud kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan dalam rumah tangga. Namun, dalam beberapa kondisi, hukum berhubungan intim bisa berubah menjadi makruh bahkan haram.
Salah satu contohnya adalah di malam takbiran. Pada momen ini, hubungan suami istri dapat hukumnya makruh karena umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
Untuk penjelasan yang lebih jelas dan terpercaya, yuk, simak informasi yang sudah Bubun kumpulkan berikut ini.
Hukum suami istri berhubungan di malam takbiran Idul Adha
Menurut penjelasan Ustadz Hikmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin yang dimuat di detikcom, hubungan suami istri pada malam hari raya, termasuk malam takbiran Idul Adha, maupun malam-malam biasa lainnya, pada dasarnya halal dan diperbolehkan (mubah).
Namun, dalam situasi tertentu, hukum hubungan intim ini bisa berubah menjadi haram. Misalnya, jika istri sedang dalam keadaan haid atau nifas, saat sedang menjalankan puasa wajib, atau ketika sedang ihram dalam ibadah haji atau umrah.
Menanggapi berbagai pandangan terkait hal ini, Ibnu al-Mundzir dalam kitab Al-Majmu' menyatakan bahwa hukum dasar dari berhubungan badan adalah boleh, sehingga tidak seharusnya diharamkan atau dimakruhkan tanpa adanya dalil yang sahih.
"Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh, karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil." (Al-Majmu' Juz 2, hlm. 241)
Meski demikian, sebagian ulama menganjurkan untuk tidak berhubungan suami istri pada malam-malam tertentu, seperti malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan alasan adanya keyakinan bahwa setan hadir pada malam-malam tersebut.
Namun, pandangan ini ditolak karena tidak didukung oleh dalil yang kuat (tsabit). Bahkan, jika pasangan membaca doa sebelum berhubungan, hal tersebut diyakini mampu menangkal gangguan setan.
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kita Tuhfatul Muhtaj:
قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّل الشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ
Artinya: "Dikatakan bahwa bagus jika meninggalkan berhubungan badan pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan disebutkan bahwa setan itu datang pada malam-malam tersebut. Namun ungkapan ini ditolak dengan sebab tidak adanya dalil yang tsabit sedikit pun, dan kewajiban membaca doa sebelum berhubungan badan itu akan dapat mencegah keburukan setan."
Suami istri/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Prostock-Studio
Larangan berhubungan suami istri pada malam hari raya
Dalam pandangan tasawuf, ada beberapa riwayat yang menyarankan untuk tidak melakukan hubungan suami istri pada waktu-waktu tertentu, seperti malam hari raya, serta malam awal, pertengahan, dan akhir bulan hijriah. Anjuran ini tercantum dalam beberapa kitab klasik seperti Qurrotul 'Uyun, Fathul Izar, dan Ihya’ ‘Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali.
وَيَكْرَهُ لَهُ الجِمَاعُ فِي ثَلَاثِ ليَالٍ مِنَ الشَّهْرِ الأَوَّلِ وَالْأخِرِ وَالنِّصْفِ يُقَالُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ الْجِمَاعَ فِي هذِهِ الليَالِي ويُقَالُ إِنَّ الشَّيَاطِيْنَ يُجَامِعُوْنَ فِيْهَا
Artinya: "Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan', dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut" (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya 'Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).
Penting untuk dipahami bahwa larangan ini bersifat makruh, bukan haram. Artinya, hubungan suami istri tetap sah dilakukan, tetapi lebih baik dihindari jika tidak ada kebutuhan mendesak.
Alasan dimakruhkan berhubungan suami istri di malam takbiran
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya', berhubungan suami istri pada awal, pertengahan, dan akhir bulan hukumnya makruh. Hal ini karena pada malam-malam tersebut diyakini adanya gangguan setan yang mengintai dan berkumpul.
Melansir laman detikcom, beberapa ulama juga menjelaskan alasan mengapa waktu-waktu tersebut dianggap kurang tepat untuk berhubungan, antara lain:
- Ada kekhawatiran bahwa anak yang lahir pada waktu tersebut dapat memiliki sifat buruk, bahkan berpotensi menjadi pelaku kejahatan.
- Diyakini bahwa hubungan intim pada malam itu akan diiringi kehadiran setan, terutama jika tidak diawali dengan menyebut "Bismillah" atau doa perlindungan kepada Allah SWT.
- Ada pula keyakinan bahwa anak yang lahir mungkin lebih rentan terhadap penyakit atau gangguan jiwa.
Malam hari raya, seperti malam takbiran Idul Fitri dan Idul Adha, dikenal sebagai waktu penuh keberkahan dan malam mustajab untuk berdoa. Umat Islam dianjurkan mengisinya dengan ibadah seperti dzikir, doa, dan takbir.
Berhubungan suami istri pada malam tersebut tidak berdosa, tetapi sebaiknya ditinggalkan agar ibadah lebih maksimal dan kekhusyukan spiritual tetap terjaga. Anjuran ini juga bertujuan agar Ayah dan Bunda tidak terganggu urusan duniawi, sehingga bisa lebih fokus menyambut hari kemenangan dengan ibadah yang khusyuk.
Hukum berjimak atau hubungan suami istri dalam Islam
Dalam buku Ensiklopedia Fiqih Indonesia: Pernikahan yang ditulis oleh Ahmad Sawarawat, Lc., dijelaskan bahwa Islam mengenal lima jenis hukum terkait aktivitas jimak atau hubungan intim antara suami dan istri. Berikut penjabaran lengkapnya:
1. Wajib
Hubungan intim menjadi wajib hukumnya bagi seseorang yang telah menikah secara sah, terutama ketika kebutuhan biologisnya mendesak. Hal ini bertujuan agar kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan cara yang halal, tanpa terjerumus ke dalam perbuatan zina atau pelanggaran lainnya.
2. Sunnah
Jimak dihukumi sunnah apabila dilakukan dengan niat ibadah kepada Allah SWT serta dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dalam konteks ini, hubungan suami istri bukan sekadar aktivitas biologis, tetapi juga bentuk ibadah yang berpahala.
3. Mubah
Jika dilakukan tanpa niat tertentu selain memenuhi kebutuhan, hubungan suami istri tetap tergolong mubah atau diperbolehkan. Selama dilakukan dengan pasangan yang sah secara agama, perbuatan ini tidak dilarang dan dianggap halal.
4. Makruh
Hubungan intim menjadi makruh jika dilakukan pada waktu-waktu yang lebih utama diisi dengan ibadah lain, seperti malam menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha. Meskipun tidak berdosa jika dilakukan, sebaiknya waktu tersebut dimanfaatkan untuk amalan yang lebih utama.
5. Haram
Jimak dapat menjadi haram dalam dua keadaan. Pertama, ketika hubungan dilakukan dalam kondisi yang sebenarnya dibolehkan namun dilarang sementara, seperti saat istri dalam masa nifas, siang hari di bulan Ramadhan, atau saat sedang beri'tikaf.
Kedua, jika dilakukan dengan cara atau kepada orang yang tidak dibenarkan secara agama, seperti zina, menyetubuhi istri melalui dubur, atau hubungan dengan selain pasangan sah. Perbuatan ini sangat dikecam dan pelakunya dianggap terlaknat oleh Allah SWT.
Doa berhubungan suami istri, sebelum dan sesudahnya: Arab, Latin, dan artinya
Selain menetapkan hukum-hukum dalam hubungan suami istri, Allah SWT juga memberikan tuntunan berupa doa yang dianjurkan untuk dibaca sebelum berhubungan badan. Doa ini dipandang sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar hubungan tersebut membawa keberkahan, termasuk dalam hal keturunan, Bunda.
Dalam buku Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam karya Yusuf Madani, disebutkan bahwa sebelum melakukan hubungan intim, pasangan suami istri disarankan untuk berwudhu dan membaca doa terlebih dahulu. Berikut adalah doa yang dianjurkan untuk dibaca sebelum melakukan hubungan suami istri:
بِاسْمِ اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنْ كُنْتَ قَدَّرْتَ أَنْ تَخْرُجَ ذَلِكَ مِنْ صُلْبِي
Bismillahil 'aliyyil 'adziimi Allahummaj 'alhaa dzurriyyatan thayyibatan in kunta qaddarta an takhruja dzaalika min shulbii
Artinya: "Dengan nama Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Ya Allah, jadikanlah ia keturunan yang baik apabila Engkau menakdirkan akan menganugerahkan anak dari tulang sulbiku."
Selain doa yang telah disebutkan sebelumnya, Ayah dan Bunda juga dapat membaca doa lain berikut ini:
اللَّهُمَّ جَنِّبْنِيَ الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنِيْ
Allahumma jannibnii asy-syaithaana wa jannibi asy-syaithaana maa razaqtanii
Artinya: "Ya Allah, jauhkanlah saya dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang akan Engkau anugerahkan padaku." (HR Abu Dawud)
Setelah selesai berhubungan intim, Bunda sebaiknya tidak langsung tidur atau membersihkan diri. Bacalah doa yang dianjurkan sebagai berikut:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ المْـَــاءِ بَشَـــرًا
Alhamdu lillaahi Lladzii Khalaqa Minal Maa I Basyaraa
Artinya: "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari air, lalu menjadikannya sebagai keturunan".
Setelah itu, Ayah dan Bunda diwajibkan untuk bersuci dengan mandi wajib (mandi janabah). Mengacu pada buku Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, dijelaskan doa niat serta tata cara mandi wajib setelah berhubungan suami istri, seperti berikut ini:
Niat mandi wajib:
نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى.
Nawaitul ghusla liraf'il hadastil akbari fardhan lillaahi ta'aalaa.
Artinya: "Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar karena Allah Ta'ala."
Langkah-langkah mandi wajib:
- Mencuci tangan sebanyak tiga kali.
- Membersihkan kemaluan serta kotoran di sekitarnya dengan tangan kiri.
- Mencuci tangan menggunakan sabun setelah membersihkan kemaluan.
- Berwudhu secara sempurna seperti wudhu sebelum salat.
- Menyiram kepala dengan air sebanyak tiga kali, memastikan air sampai ke akar rambut sambil menggosok sela-selanya.
- Membasuh seluruh tubuh, dimulai dari sisi kanan lalu dilanjutkan ke sisi kiri.
Suami istri/ Foto: Getty Images/Rifka Hayati
Adab berhubungan seks dalam Islam
Mengutip buku Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid 4, Rasulullah SAW memberikan sejumlah adab atau tata cara yang sebaiknya diperhatikan oleh pasangan suami istri saat berhubungan intim. Beberapa di antaranya meliputi:
- Berwudhu terlebih dahulu
- Membaca basmalah
- Membaca Surah Al-Ikhlas
- Mengucapkan takbir
- Mengucapkan tahlil
- Membaca doa sebelum berhubungan badan
Setelah itu, suami dianjurkan untuk menunjukkan kasih sayang kepada istri melalui rayuan dan sentuhan lembut, tanpa adanya paksaan. Sebab, hubungan intim sebaiknya dilakukan dengan tenang dan penuh pengertian, sebagaimana menunggu kesiapan dan kerelaan dari kedua belah pihak.
Selain itu, ada adab lain yang dianjurkan, seperti tidak menghadap ke arah kiblat saat berhubungan dan menutupi tubuh dengan kain sebagai bentuk menjaga kesopanan.
Satu hal penting yang perlu diingat adalah larangan keras bagi suami untuk menggauli istri melalui dubur, karena perbuatan tersebut dikutuk oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah menyampaikan kutukan terhadap mereka yang melakukan hal tersebut.
مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا
Artinya: "Terlaknatlah laki-laki yang menyetubuhi istrinya di duburnya." (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i)
Dalam ajaran Islam, pembahasan mengenai hubungan suami istri tidak hanya mencakup adab dan etika, tetapi juga menyentuh soal waktu pelaksanaannya. Ada waktu-waktu tertentu yang dianjurkan untuk dihindari saat ingin berhubungan intim.
Mengacu pada penjelasan dalam buku Fiqih Keluarga Terlengkap karya Rizem Aizid, terdapat lima waktu yang dianggap tidak dianjurkan atau dilarang untuk melakukan hubungan suami istri, yaitu:
1. Siang hari di waktu berpuasa Ramadhan
Selama bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan berpuasa sepanjang hari. Maka, hubungan suami istri di siang hari saat puasa termasuk perbuatan yang membatalkan puasa dan berdosa.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 187. Selain itu, Rasulullah SAW juga menyampaikan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, sebagai berikut:
Abu Hurairah mengatakan bahwasanya seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW. dan berkata, “Celakalah aku, wahai Rasulullah!” Nabi SAW terheran, “Apa yang sudah mencelakakanmu?” Lelaki itu menimpali, “Aku telah menyetubuhi istriku di (siang hari) bulan Ramadhan.”
Kemudian, Rasulullah SAW bertanya kesanggupan lelaki tersebut untuk membayar kafarat bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan.” (HR. Muslim).
2. Ketika beri’tikaf di masjid
Dalam QS Al-Baqarah ayat 187 juga disebutkan bahwa berhubungan badan menjadi haram saat seseorang sedang beri’tikaf di masjid.
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”
I’tikaf sendiri merupakan ibadah yang dilakukan dengan berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga dianjurkan untuk menjauh dari segala aktivitas duniawi, termasuk hubungan suami istri, demi menjaga kekhusyukan ibadah.
3. Sedang haid atau nifas
Islam melarang hubungan intim saat istri dalam keadaan haid atau nifas. Larangan ini terdapat dalam QS Al-Baqarah ayat 222, karena pada masa tersebut wanita dianggap sedang dalam kondisi tidak suci. Hubungan baru diperbolehkan setelah istri benar-benar bersih dan mandi wajib.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri."
4. Sedang beribadah haji atau umroh
Ketika sedang menunaikan ibadah haji atau umrah, pasangan suami istri dilarang melakukan hubungan intim. Dalam QS Al-Baqarah ayat 197 disebutkan bahwa selama ihram, umat Islam harus menghindari rafats atau segala bentuk hasrat seksual, termasuk hubungan suami istri.
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
Artinya: (Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.
5. Suami melakukan zhihar pada istri
Dikutip dari laman Al-Islam, zhihar adalah ucapan seorang suami yang menyamakan istrinya dengan ibunya, baik secara langsung maupun makna. Jika seorang suami mengucapkan zhihar, maka ia diharamkan berhubungan badan dengan istrinya hingga membayar kafarat. Kafarat ini bisa berupa memerdekakan budak, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin, tergantung kemampuan.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Al-Mujadilah ayat 2-3:
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ ۖ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: "Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
"Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Waktu yang makruh berhubungan intim selain saat malam takbiran
Selain waktu-waktu yang secara tegas dilarang untuk berhubungan intim, ada juga beberapa waktu yang dianggap makruh untuk suami istri melakukan hubungan badan. Artinya, lebih baik dihindari agar tidak kehilangan nilai ibadah yang lebih utama.
Nah, berikut ini beberapa waktu yang makruh untuk berhubungan intim, dilansir dari detikSulsel:
- Malam takbiran sebelum Idul Fitri dan Idul Adha
- Malam Nisfu Syakban
- Malam Rabu
- Saat terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan
- Di antara azan dan ikamah
- Awal, pertengahan, dan akhir bulan Hijriah
- Awal malam
- Saat sedang dalam perjalanan jauh
Waktu yang dianjurkan berhubungan intim
Ayah dan Bunda, dalam ajaran Islam, tidak hanya ada waktu yang diharamkan atau dimakruhkan untuk berhubungan suami istri. Ada juga, lho, waktu-waktu tertentu yang justru dianjurkan atau disunnahkan untuk melakukannya.
Waktu-waktu ini dipercaya dapat membawa keberkahan dan kebaikan, baik secara spiritual maupun kesehatan. Berikut daftarnya:
- Malam Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat
- Hari Kamis, tepat setelah matahari tergelincir dari posisi tengah
- Malam Jumat, khususnya setelah akhir waktu Isya
- Hari Jumat setelah waktu Asar
- Malam pertama di bulan Ramadhan
Demikian penjelasan tentang hukum berhubungan suami istri di malam takbiran menurut Islam berdasarkan dalil dan pendapat para ulama. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Ayah dan Bunda!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)