Respons Dewan Pers hingga AJI Soal Pembungkaman kepada Penulis Kolom Detikcom

9 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Penulis kolom di detikcom mengaku mendapat kekerasan fisik dari orang tidak dikenal. Serangan itu dialami penulis setelah artikelnya mengenai jenderal yang menjabat di jabatan sipil tayang di detikcom pada Kamis, 22 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam artikel tersebut, penulis mengkritik pengangkatan Letnan Jenderal Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai yang dinilai melanggar prinsip meritokrasi dalam pengisian jabatan aparatur sipil negara. Djaka Budi adalah seorang tentra yang sempat menjabat sekretaris utama Badan Intelijen Nasional atau BIN.

Setelah artikel itu terbit, penulis mengaku diserempet pengendara motor hingga dua kali. Peristiwa pertama, penulis disebut diserempet dan didorong hingga terjatuh oleh dua orang yang memakai helm full face ketika hendak mengantar anak ke sekolah. Peristiwa kedua, penulis juga mendapat serangan dari pengendara motor tidak dikenal hingga terjatuh.

Pasca kejadian, penulis meminta detikcom untuk menghapus artikelnya. Saat ini redaksi detikcom telah mencabut isi tulisan penulis dan mengubah judulnya. Peristiwa itu mendapat sorotan dari para pegiat pers hingga organisasi masyarakat sipil.

Dewan Pers

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat mengatakan lembaganya belum memberikan rekomendasi atau permintaan kepada redaksi detikcom untuk mencabut artikel opini setelah penulisnya mengaku diintimidasi orang tak dikenal.

“Dewan Pers belum memberikan rekomendasi, saran, ataupun permintaan kepada redaksi detikcom untuk mencabut artikel opini tersebut," kata Komaruddin Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 24 Mei 2025.

Namun, kata dia, Dewan Pers telah menerima laporan dari penulis. "Dan saat ini tengah melakukan verifikasi dan mempelajarinya,” ucap Komaruddin.

Komaruddin mengatakan, Dewan Pers menghormati kebijakan redaksi media, termasuk untuk melakukan koreksi atau pencabutan berita dalam rangka menjaga akurasi, keberimbangan, dan memenuhi kepatuhan pada Kode Etik Jurnalistik.

Namun, ia menegaskan, bahwa setiap pencabutan berita harus disertai dengan penjelasan yang transparan kepada publik agar tidak menimbulkan spekulasi, serta tetap menjaga akuntabilitas media.

Komaruddin juga mengecam dugaan intimidasi terhadap penulis opini di Detik.com. Ia mendesak semua pihak menghormati dan menjaga ruang demokrasi dan melindungi suara kritis dari warga, termasuk mahasiswa.

Aliansi Jurnalis Independen

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam tindakan intimidasi dan pembungkaman penulis kolom opini di situs berita detikcom. Koordinator Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung menyebut penghapusan tulisan tersebut sebagai bentuk represif terhadap kebebasan berpendapat.

Menurut Erick, kebebasan berpendapat dan ekspresi dijamin konstitusi. “Kami melihat ini pola-pola zaman Orde Baru kembali terjadi. Ini mencederai demokrasi khususnya hak kebebasan berekspresi dan berpendapat karena hak itu amanat konstitusi ya diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945,” kata Erick dihubungi Jumat, 23 Mei 2025.

AJI mengecam atas segala tindakan pembungkaman, intimidasi, kekerasan, terhadap siapa pun, baik dari masyarakat sipil yang menyampaikan aspirasi-kritiknya maupun jurnalis dan media yang memproduksinya. Karena kebebasan berpendapat dijamin oleh UUD 1945. “Tidak boleh ada tindakan pembungkaman. Adanya takedown itu menunjukkan adanya pembungkaman aspirasi publik,” ucap dia. 

Ia menyebut pembungkaman ini tidak hanya melanggar prinsip demokrasi, tetapi juga mencederai hak konstitusional warga untuk menyampaikan pendapat secara bebas dan terbuka. “Negara harus hadir. Kami mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan dan menghentikan segala bentuk tindakan represif serta intimidatif seperti ini,” ujar Erick.

Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik

Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengecam dugaan intimidasi terhadap mahasiswa yang kritis soal militerisme. KIKA mendesak aparat hukum segera mengusut tuntas kejadian tersebut.

Menurut anggota KIKA, Herdiansyah Hamzah, pelaku teror terhadap mahasiswa yang mengkritik TNI harus diungkap. "Teror atas tulisan, pendapat, dan upaya konstitusional harus didesak pertanggungjawabannya," kata Herdiansyah Hamzah dalam keterangan tertulis, Sabtu, 24 Mei 2025.

Menurut KIKA, apa yang dilakukan para mahasiswa itu merupakan hak warga untuk mengekspresikan pendapat dan bagian dari kebebasan akademik. “Maka dari itu, wajib mendapat perlindungan hukum konstitusional dan hak asasi manusia,” ujar Herdiansyah.

KIKA menilai praktik militerisme yang antikritik dapat merusak tradisi berpikir kritis dan melemahkan prinsip negara hukum demokratis. Mereka meminta semua pihak, khususnya lembaga negara, berpihak pada kebebasan akademik sebagaimana diatur dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi Nomor 5 Tahun 2021.

Mutia Yuantisya, Eka Yudha Saputra, dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Prabowo dan Perdana Menteri Cina Akan Gelar Pertemuan Bilateral di Istana Pagi Ini

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online