Dasar Pertimbangan MK Mengabulkan Gugatan JPPI Ihwal Sekolah Gratis

1 day ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan perkara gugatan Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI terkait sekolah gratis. Gugatan ini menguji materi Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim Konstitusi Enny Nurbayanti mengatakan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas menimbulkan multitafsir.

"Dan perlakuan diskriminatif terhadap pemenuhan hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pendidikan dasar," kata Enny saat membacakan pertimbangan putusan, Selasa, 27 Mei 2025.

Multitafsir dan diskriminatif itu, dia melanjutkan, membatasi warga negara untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan teknologi, seni, serta budaya guna meningkatkan kualitas hidup.

Enny menjelaskan, Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin seluruh warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.

Akan tetapi, Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dianggap bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat apabila tidak dimaknai "Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar."

"Tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat," ujar Enny.

Dalam kesempatan serupa, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, sebagaimana dalil pemohon yang menyatakan negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan dalam APBN dan APBN sekurang-kuranya sebesar 20 persen telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan sebelumnya.

Putusan yang dimaksud, ialah Putusan Nomor 026/PUU-IV/2006; 13/PUU-VI/2008; dan 135/PUU-XXI/2023. Menurut Guntur, pada putusan itu Mahkamah menimbang besarnya anggaran pendidikan dalam APBN dari tahun ke tahun belum pernah mencapai persentase minimal 20 persen.

"Pemerintah dan DPR belum melakukan upaya yang optimal untuk meningkatkan anggaran pendidikan agar amanat konstitusi dapat terpenuhi," kata Guntur.

Dia melanjutkan, mengingat sifat imperatif Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, Mahkamah sebagai pengawal konstitusi menginginkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dalam APBN harus diprioritaskan dan diwujudkan dengan sungguh-sungguh.

Realisasi itu, kata dia, dapat dilakukan dengan memastikan warga negara memperoleh hak mendapat pendidikan dasar yang menjadi tanggung jawab negara.

Dengan semangat yang termaktub pada Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas, kata Guntur, yang pada pokoknya menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, telah dipertimbangkan sebelumnya oleh Mahkamah.

"Frasa tanpa memungut biaya pada normat tersebut merupakan konsekuensi yuridiskonstitusional dari amanat Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang di dalamnya terkandung kewajiban pemeritah untuk membiayai pendidikan dasar," ujar dia.

Adapun, Koordinator nasional JPPI Ubaid Matraji menjelaskan alasan organisasinya mengajukan gugatan uji materi Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas ke Mahkamah.

Menurut Ubaid, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas multitafsir dan diskriminatif, lantaran "wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" cenderung terarah untuk sekolah negeri, tidak dengan swasta.

Padahal, terhitung banyak anak-anak yang mengikuti pendidikan dasar di sekolah swasta. Itu pun, kata Ubaid, dilakukan bukan karena keinginan pribadi, namun karena terdapat faktor yang menghambat.

"Misalnya, keterbatasan zonasi atau minimnya daya tampung di sekolah negeri," kata dia.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online