TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi Mahkamah Agung (MA) atas terbitnya Surat Edaran alias SE Nomor 4 Tahun 2025 tentang Penerapan Pola Hidup Sederhana Aparatur Peradilan Umum. Juru bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan imbauan berisi larangan hidup hedonis bagi aparat pengadilan itu sejalan dengan semangat antikorupsi.
“Imbauan tersebut selaras dengan semangat antikorupsi yang terus disuarakan oleh KPK. Di antaranya melalui Sembilan Nilai Antikorupsi, yakni Jujur, Mandiri, Tanggung Jawab, Berani, Sederhana, Peduli, Disiplin, Adil, dan Kerja Keras, yang sering disingkat JUMAT BERSEPEDA KK,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terlebih, kata Budi, lembaga peradilan memiliki peran strategis dalam rangkaian proses penegakan hukum di Indonesia, termasuk dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. KPK menyatakan masyarakat menaruh harapan tinggi terhadap penegakan hukum yang berintegritas. Sehingga upaya-upaya pemberantasan korupsi juga dapat dilakukan secara efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku.
“Sekaligus rasa keadilan dan pembelajaran bagi masyarakat, sebagai pemantik upaya pencegahan korupsi ke depannya,” ujarnya.
Apa isi SE Nomor 4 tahun 2025 ini?
Adapun sebelumnya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tersebut dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA. Tempo sudah melakukan konfirmasi kepada Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto ihwal surat edaran ini. “Betul,” ujarnya dalam pesan singkat pada Jumat, 23 Mei 2025.
Surat yang ditandatangani Dirjen Badilum MA Bambang Myanto ini berisi imbauan kepada aparatur peradilan, termasuk para hakim, untuk menjauhi gaya hidup mewah dan hedonis. MA menilai perlu memberikan arahan dan pedoman bagi seluruh aparatur peradilan umum agar senantiasa menerapkan pola hidup sederhana.
Dalam SE tersebut, juga disebutkan bahwa penerapan pola hidup sederhana merupakan langkah preventif dalam mencegah korupsi dan pelanggaran etik. Selain itu, hal tersebut juga dianggap sebagai upaya kolektif dalam menjaga muruah peradilan serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Selain menekankan pentingnya menjauhi hedonisme, SE itu juga mengimbau aparatur peradilan umum beserta keluarganya untuk menghindari perilaku konsumtif, seperti membeli, menggunakan, dan memamerkan barang mewah. Hakim juga diminta untuk tidak mengunggah foto atau video bergaya hidup berlebihan di media sosial guna mencegah timbulnya kesenjangan dan kecemburuan sosial.
Acara perpisahan, purnabakti, dan kegiatan seremonial lainnya dianjurkan dilaksanakan secara sederhana, tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya. Demikian pula untuk acara pribadi atau keluarga, diharapkan digelar dengan sederhana dan tidak berlebihan, serta tidak diselenggarakan di lingkungan kantor maupun menggunakan fasilitas kantor.
Menurut SE MA tersebut, hidup sederhana ini bukanlah bentuk pembatasan terhadap hak pribadi, melainkan cerminan dari integritas, tanggung jawab, dan keteladanan bagi para hakim. Sebab aparatur peradilan umum harus menyadari bahwa setiap tindakan, perilaku, dan gaya hidup yang ditampilkan di ruang publik berpotensi menimbulkan persepsi yang keliru dari masyarakat.
Dilansir dari DANDAPALA.co, portal berita di bawah naungan Dirjen Badilum, berikut isi Surat Edaran No. 4 Tahun 2025, yaitu:
1. Menghindari gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas (hedonisme);
2. Menghindari perilaku konsumtif dengan tidak membeli, memakai dan memamerkan barang-barang mewah serta menghindari kesenjangan dan kecemburuan sosial dengan tidak mengunggah foto atau video pada media sosial yang mempertontonkan gaya hidup berlebihan;
3. Melaksanakan acara perpisahan, purnabakti dan kegiatan seremonial lainnya secara sederhana tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya;
4. Melaksanakan acara yang sifatnya pribadi/ keluarga dengan sederhana dan tidak berlebihan serta tidak dilaksanakan di lingkungan kantor dan tidak menggunakan fasilitas kantor;
5. Menggunakan fasilitas dinas hanya untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi;
6. Membatasi perjalanan ke luar negeri di luar tugas kedinasan;
7. Menolak pemberian hadiah/keuntungan atau memberikan sesuatu yang diketahui atau patut diketahui berhubungan langsung atau tidak langsung dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
8. Tidak memberikan pelayanan dalam bentuk apapun termasuk dan tidak terbatas pada pemberian cindera mata, pemberian oleh-oleh, jamuan makan, pembayaran tempat penginapan dan lain sebagainya kepada pejabat/pegawai Direktorat Badan Peradilan Umum yang berkunjung ke daerah baik dalam rangka kedinasan maupun di luar kedinasan;
9. Mengindari tempat tertentu yang dapat mencemarkan kehormatan dan/atau merendahkan martabat peradilan, antara lain: lokasi perjudian, diskotik, klub malam atau tempat lain yang serupa;
10. Menyesuaikan dan menyelaraskan setiap perilaku berdasarkan norma hukum, agama dan adat istiadat masyarakat setempat; serta
11. Memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat dalam menjaga marwah peradilan.