Herpes Kelamin: Gejala, Penyebab, Pengobatan, Dampaknya pada Bumil dan Janin

5 hours ago 3

Jakarta -

Herpes kelamin yang juga dikenal dengan herpes genital (herpes simplex virus atau HSV) menjadi salah satu penyakit menular seksual (PMS). Ibu hamil juga bisa terinfeksi, karena itu perlu memahami risikonya terhadap kesehatan janin dan proses persalinan. 

Melansir Emedicine, di Amerika Serikat, perkiraan seroprevalensi HSV-2 pada populasi umum adalah sekitar 22 persen perempuan hamil terinfeksi HSV-2, dan 2 persen perempuan tertular herpes genital selama kehamilan. Sekitar 1.200-1.500 kasus baru infeksi HSV neonatal didiagnosis setiap tahun. 

Sekitar 80 persen bayi yang terinfeksi lahir dari ibu yang tidak memiliki riwayat infeksi HSV. Infeksi HSV neonatal yang tidak diobati dikaitkan dengan angka kematian sebesar 60 persen, dan bahkan dengan pengobatan dini dan tepat, para penyintas mengalami kecacatan yang cukup besar. 

Apa itu herpes genital (herpes simplex)?

Herpes genital adalah salah satu jenis herpes yang rentan dialami ibu hamil. Menurut Royal College of Obstetricians and Gynaecologists (RCOG), herpes genital merupakan infeksi seksual menular yang disebabkan oleh virus herpes simplex atau herpes simplex virus (HSV).

Terdapat dua jenis HSV, yakni HSV-1 dan HSV-2, yang keduanya dapat menyebabkan infeksi pada area genital dan anus. Virus penyebab herpes ini juga dapat menyerang area sekitar mulut dan hidung (cold sores), serta jari dan tangan (herpetic whitlows).

"Pada perempuan, herpes genital dapat terjadi pada kulit di dalam dan sekitar vagina, vulva (bibir di sekitar lubang vagina), uretra (saluran tempat urine keluar dari kandung kemih) dan anus," tulis RCOG dalam laman resminya.

Penyebab herpes genital (Herpes Simplex)

Herpes genital biasanya ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual baik vaginal, oral, maupun anak dengan penderita HSV. Perempuan maupun laki-laki bisa terkena virus ini.

Penularan juga bisa terjadi dari ibu ke bayi saat proses persalinan (neonatal herpes)

Virus herpes simplex akan masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil di kulit atau kulit tipis di mulut atau area genital. Begitu Bunda tertular virus ini, virus dapat berada di tubuh seumur hidup, meski virus tersebut tidak aktif

Faktor risiko herpes genital (herpes simplex)

Faktor risiko infeksi HSV meliputi:

  1. Jenis kelamin perempuan
  2. Durasi aktivitas seksual
  3. Etnis minoritas
  4. Infeksi genital sebelumnya
  5. Status sosial ekonomi
  6. Memiliki banyak pasangan seksual.

Gejala herpes genital (herpes simplex)

Dilansir Baby Center, kebanyakan orang dengan herpes genital tidak menunjukkan gejala atau hanya menunjukkan gejala yang ringan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), hampir 90 persen orang dengan herpes genital tidak menyadari terkena infeksi ini.

Gejala herpes saat hamil juga sangat bervariasi. Infeksi ini biasanya paling parah ketika perempuan pertama kali terinfeksi, dan tubuh belum memiliki antibodi terhadap virus tersebut.

Berikut beberapa gejala herpes yang mungkin dialami ibu hamil:

  1. Muncul benjolan merah di vagina atau vulva antara 2-10 hari setelah terpapar virus.
  2. Benjolan tersebut berubah menjadi lepuh dan akhirnya pecah dan menjadi luka yang menyakitkan.
  3. Area di sekitar vagina terasa seperti kesemutan, gatal, dan sensasi terbakar.
  4. Buang air kecil menjadi menyakitkan.
  5. Kelenjar getah bening menjadi lunak dan bengkak di dekat selangkangan.
  6. Gejala mirip flu, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot.

Diagnosis herpes genital (herpes simplex)

Dokter dapat mendiagnosis herpes melalui:

  1. Pemeriksaan fisik luka.
  2. Tes PCR atau kultur virus dari cairan lepuhan.
  3. Tes darah untuk mendeteksi antibodi HSV.

Kultur HSV sudah lama menjadi standar kriteria mendiagnosis infeksi HSV, dengan sensitivitas 70 persen dan spesifisitasnya hampir 100 persen. Laporan kultur akhir mungkin memerlukan waktu hingga 7 hari. 

Pengobatan herpes genital (herpes simplex)

Sebenarnya tidak ada obat untuk menyembuhkan HSV, namun ibu hamil dapat menggunakan terapi antivirus. 

Perempuan hamil dengan herpes genital yang tidak diobati selama trimester pertama atau kedua tampaknya berisiko lebih dari dua kali lipat untuk melahirkan prematur dibandingkan dengan perempuan yang tidak terpapar herpes, khususnya terkait dengan pecahnya ketuban prematur dan kelahiran prematur dini (≤ 35 minggu kehamilan). 

Perempuan hamil yang menerima pengobatan antiherpes memiliki risiko lebih rendah untuk melahirkan prematur dibandingkan perempuan yang tidak diobati, dan risiko mereka untuk melahirkan prematur serupa dengan yang terlihat pada perempuan yang tidak terpapar.

Antiviral seperti Acyclovir, Valacyclovir, dan Famciclovir dapat membantu mempercepat penyembuhan dan mencegah kambuh. Obat tersebut diminum harian untuk mengurangi risiko penularan, terutama pada ibu hamil.

Rekomendasi obat herpes genital (herpes simplex)

Pada terapi Antivirus, biasanya menggunakan obat :

1. Asiklovir

Asiklovir,  analog nukleosida  adalah terapi antivirus pertama yang disetujui untuk pengobatan dan pencegahan infeksi HSV.  Asiklovir secara selektif menghambat replikasi DNA virus HSV, sementara memiliki sedikit efek pada sel normal. 

Selama kehamilan, asiklovir melewati plasenta dan terkonsentrasi dalam cairan ketuban. Pascapersalinan, asiklovir terkonsentrasi dalam ASI. Konsentrasi serum janin setara dengan konsentrasi serum ibu. 

Kelemahan potensial dari terapi asiklovir adalah respons antibodi yang tertunda dan menurun terhadap infeksi HSV primer.  Asiklovir telah diberi label obat kategori B (tidak ditemukan efek teratogenik pada penelitian hewan, tetapi tidak ada atau terbatasnya penelitian pada manusia yang tersedia).

2. Valasiklovir dan famsiklovir

Sejak diperkenalkannya asiklovir, antivirus generasi kedua yang lebih baru telah diperkenalkan (misalnya, valasiklovir, famsiklovir). Valasiklovir identik dengan asiklovir kecuali penambahan rantai samping ester yang meningkatkan bioavailabilitas. 

Setelah diserap, ia diubah menjadi asiklovir secara in vivo. Hal ini memungkinkan kadar serum yang lebih tinggi dengan jadwal pemberian dosis yang lebih jarang. Famsiklovir adalah analog nukleotida yang memiliki waktu paruh intraseluler yang lebih lama.

Seperti halnya asiklovir, agen generasi kedua ini telah digunakan untuk pengobatan lesi primer dan berulang yang bergejala serta untuk penekanan harian. Valasiklovir dan famsiklovir keduanya lovir dan famciclovir telah diberi label obat kategori B. 

Pada tahun 1984, produsen asiklovir, bersama dengan CDC, membuat sebuah registri yang memantau keamanan obat tersebut. Registri tersebut ditutup pada tahun 1999.

Selama waktu tersebut, 1.129 kehamilan yang terpapar asiklovir dilaporkan ke registri; 712 di antaranya terjadi pada trimester pertama. Selain itu, 56 kehamilan yang terpapar valasiklovir dilaporkan; 14 di antaranya terjadi pada trimester pertama.

Tidak ada peningkatan jumlah malformasi yang terjadi dengan asiklovir, dan tidak ada pola cacat lahir yang muncul. Terlalu sedikit kasus kehamilan yang terpapar valasiklovir menghalangi penarikan kesimpulan yang berarti. Dengan demikian, asiklovir tampaknya relatif aman untuk digunakan selama kehamilan dan harus diresepkan sesuai indikasi medis. 

Sebuah studi di Denmark yang menilai lebih dari 800.000 kehamilan menunjukkan bahwa paparan asiklovir atau valasiklovir pada trimester pertama tidak terkait dengan peningkatan risiko cacat lahir mayor. 

Untuk terapi obat ini jangan menggunakan obat tanpa resep dokter, terutama saat hamil.

Komplikasi herpes genital (herpes simplex)

Herpes genital yang tidak ditangani bisa menyebabkan:

  1. Nyeri dan luka berulang.
  2. Infeksi sekunder dari bakteri lain.
  3. Peningkatan risiko tertular HIV.
  4. Neonatal herpes saat bayi tertular melalui jalan lahir.

Dampak ibu hamil mengalami herpes genital

Apa dampak ibu hamil mengalami herpes genital? Bayi kemungkinan tertular herpes tetap ada. Bahkan risiko penularan bisa menjadi cukup tinggi, yakni sekitar 30 sampai 50 persen, ketika Bunda baru terinfeksi di akhir kehamilan.

Kondisi tersebut biasanya terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang belum mengembangkan antibodi pelindung terhadap virus. Sebaliknya, ibu hamil yang sudah terinfeksi lebih awal umumnya sudah memiliki antibodi terhadap virus, yang membantu melindungi bayinya.

Menurut Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi, Layan Alrahmani, M.D., dalam kasus yang jarang terjadi, virus dapat menularkan ke janin di trimester pertama. Herpes juga dapat ditularkan ke bayi setelah ia lahir.

"Dalam kasus yang jarang terjadi, jika ibu hamil terkena infeksi herpes pada trimester pertama, virus dapat melewati plasenta dan menyebabkan keguguran atau cacat lahir yang serius. Herpes juga dapat ditularkan ke bayi setelah lahir, dan komplikasinya bisa parah," ungkap Alrahmani.

Terinfeksi sebelum mengandung

Jika Bunda terinfeksi sebelum hamil, antibodi dari ibu dapat melindungi bayi. Risiko penularan ke janin juga sangat rendah. Ibu hamil juga dapat menjalani persalinan normal dengan aman jika tak ada luka aktif.

Terinfeksi pada trimester pertama dan kedua

Ketika ibu hamil terinfeksi di trimester pertama dan kedua maka dapat menyebabkan komplikasi, seperti keguguran atau kelahiran prematur (meskipun jarang).
Namun, risiko penularan ke janin tetap rendah jika tidak ada luka aktif saat persalinan.

Terinfeksi pada trimester ketiga

Pada usia ini di trimester ketiga maka risiko bayi tertular yang paling tinggi, yakni sekitar 30–50 persen bayi bisa tertular saat lahir. Untuk mencegah penularan, dokter sering merekomendasikan persalinan caesar.

Apa yang terjadi ketika bayi tertular herpes?

HSV dapat ditularkan secara vertikal ke bayi sebelum, selama, atau setelah melahirkan,  meskipun penularan intrapartum merupakan penyebab sebagian besar kasus. Usia ibu kurang dari 21 tahun merupakan faktor risiko penularan vertikal. 

Antenatal

Sekitar 5 persen dari semua kasus infeksi HSV neonatal disebabkan penularan dalam rahim. Dengan infeksi primer, terjadi viremia sementara. HSV berpotensi menyebar secara hematogen ke plasenta dan janin.  

Penyebaran hematogen dapat menghasilkan spektrum temuan yang mirip dengan infeksi TORCH (toksoplasmosis, infeksi lain, rubella, sitomegalovirus, dan herpes simpleks) lainnya, seperti mikrosefali, mikroftalmia, kalsifikasi intrakranial, dan korioretinitis.

Intrapartum

Penularan intrapartum merupakan penyebab sebagian besar infeksi neonatal dan terjadi saat bayi melewati jalan lahir yang terinfeksi. Penggunaan elektroda kulit kepala janin meningkatkan risiko penularan intrapartum. Dari 75 persen hingga 90 persen bayi dengan HSV neonatal lahir dari ibu yang terinfeksi tanpa gejala yang tidak memiliki riwayat HSV genital.

Pascanatal

Penularan HSV pascanatal dapat terjadi melalui kontak dengan orang tua yang terinfeksi atau petugas layanan kesehatan.

Jika bayi tertular herpes maka berpotensi mengalami:

  • Infeksi kulit, mata, dan mulut.
  • Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis).
  • Infeksi menyeluruh (diseminasi), bisa berakibat fatal.

Tanda-tanda pada bayi yang dapat dilihat seperti:

  • Demam, lesu, sulit makan.
  • Luka di kulit atau mata.
  • Kejang atau iritabilitas.

Demikian Bunda, penjelasan mengenai herpes kelamin, mulai dari gejala, penyebab, pengobatan, hingga dampaknya pada ibu hamil dan janin. Semoga informasinya membantu ya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online