Bukan Tanpa Alasan, Ternyata Ini Penyebab Perempuan Lebih Utamakan Karier Pasangan

1 day ago 8

Apa Bunda lebih memilih resign dibandingkan suami yang keluar kerja? Tidak hanya Bunda, banyak perempuan melakukannya. Bukan tanpa alasan, ada penyebab banyak perempuan memilih mengutamakan karier pasangan dibanding diri sendiri.

Meski sudah ada kemajuan dalam kesetaraan gender, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak perempuan dalam hubungan heteroseksual yang rela mengesampingkan karier demi mendukung perjalanan profesional pasangan. Fenomena ini tak hanya terjadi sekali dua kali, tapi telah menjadi pola yang terulang, baik disadari maupun tidak.

Banyak perempuan yang memiliki pendidikan tinggi dan pekerjaan menjanjikan, memilih resign atau pindah kerja demi menyesuaikan pilihan karier dengan pasangan mereka. Mengapa perempuan sering 'berkorban' demi pasangan?

Alasannya tidak hanya soal anak atau keluarga bahkan lebih dari cinta terhadap pasangannya. Mengutip dari BBC, mari bahas penyebab para perempuan lebih mengutamakan karier pasangan dibanding diri sendiri.

Kisah perempuan yang utamakan karier pasangannya

Salah satu kisah datang dari Kerry, seorang perempuan dari Chicago. Di usia 20-an, ia memiliki pekerjaan stabil di bidang sosial dan cukup sukses secara finansial.

Ketika pasangannya lulus dari pendidikan pascasarjana dan mendapat pekerjaan di tempat lain, Kerry memutuskan untuk resign dan ikut pindah. Meski saat itu merasa bahagia dengan kariernya.

Kerry rela mengorbankan semua demi pasangan. Akibatnya, ia merasa tertinggal secara profesional dan butuh waktu bertahun-tahun untuk mengejar kembali apa yang pernah ia capai.

"Meskipun saya sangat bahagia dengan karier dan hidup saya, namun saya meninggalkannya dan pindah ke tempat yang tidak saya kenal dan tak dapat menemukan pekerjaan lain," cerita Kerry.

Ternyata banyak perempuan yang mengutamakan karier pasangan

Rupanya kisah Kerry bukan hal yang langka. Survei Deloitte Women @ Work 2023 terhadap 5 ribu perempuan dari 10 negara menunjukkan bahwa hampir 40 persen responden mengakui bahwa mereka lebih mengutamakan karier pasangannya.

Penyebabnya bukan semata-mata karena cinta atau dukungan moral semata, melainkan lebih kompleks, mencakup tekanan sosial, perbedaan penghasilan, hingga beban pekerjaan rumah tangga yang cenderung tidak setara.

Penyebab perempuan lebih utamakan karier pasangan

Berikut penyebab perempuan lebih utamakan karier pasangan.

1. Finansial

Salah satu alasan utama perempuan lebih memprioritaskan karier pasangan adalah karena penghasilan. Data global menunjukkan bahwa perempuan rata-rata hanya mendapatkan 77 sen dari setiap dolar yang diperoleh laki-laki. Jadi, keputusan untuk mendahulukan karier pasangan dianggap sebagai langkah rasional dalam dinamika ekonomi keluarga, terutama jika laki-laki dianggap sebagai 'pencari nafkah utama'.

Profesor sosiologi Pamela Stone dari Hunter College menjelaskan bahwa banyak perempuan membuat keputusan ini bukan karena mereka tak punya ambisi, melainkan merasa peluang sukses pasangan lebih besar dibanding dirinya.

"Melihat seorang pria punya karier lebih tinggi dan makmur. Jadi, saat harus membuat keputusan internal mereka sendiri maka akan mengatakan hal-hal seperti ‘Saya tahu dia akan mampu menghasilkan lebih banyak uang daripada saya’," papar Stone, yang turut menulis buku 'Opting Out? Why Women Really Quit Careers and Head Home' dan 'Opting Back In: ​​What Really Happens When Mothers Go Back to Work'.

2. Diskriminasi gender di dunia kerja

Penyebab lainnya karena masih ada diskriminasi gender di dunia kerja. Hal itu memicu siklus yang merugikan perempuan.

Ketika perempuan terus-menerus menunda atau mengorbankan karier mereka, potensi pendapatan para perempuan juga ikut tertinggal.

Dalam kasus yang lebih buruk lagi, bahkan ketika perempuan yang menjadi pencari nafkah utama pun masih sering merasa ditekan untuk tetap menomorsatukan karier pasangan karena adanya diskriminasi gender tersebut.

Dalam survei Deloitte, dari 10 persen perempuan yang merupakan pencari nafkah utama, 20 persen di antaranya tetap memprioritaskan pekerjaan pasangan.

3. Anggapan peran pencari nafkah 'harus' laki-laki

Konsep 'breadwinner' atau pencari nafkah utama yang masih lekat dengan peran laki-laki memperkuat peran tradisional tersebut. Penelitian dari University of Bath di Inggris menunjukkan bahwa kesejahteraan mental pria sering dikaitkan dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan lebih banyak uang dibanding pasangannya.

Kola pasangan memiliki penghasilan setara, distribusi pekerjaan rumah tangga masih sangat timpang. Pria cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan berbayar dan hiburan, sementara perempuan bertanggung jawab atas urusan rumah serta pengasuhan anak.

Kondisi itu diperburuk ketika pria mulai kurang menghargai karier pasangan mereka dan enggan berkompromi terkait mobilitas atau kesempatan profesional. Akibatnya, ruang gerak perempuan dalam mencapai potensi maksimalnya semakin sempit.

Meski sering tidak disadari, banyak perempuan akhirnya ikut meremehkan nilai karier diri sendiri demi menjaga harmonisasi rumah tangga.

4. Tekanan sosial

Selain faktor ekonomi, tekanan sosial dan ekspektasi budaya juga menjadi alasan kuat di balik keputusan perempuan mengutamakan karier pasangannya. Dalam studi lintas generasi terhadap lebih dari 25 ribu lulusan Harvard Business School, ditemukan bahwa mayoritas perempuan menginginkan pernikahan yang setara dalam hal karier.

Faktanya lebih dari separuh pria, generasi baby boomer hingga milenial, mengharapkan karier mereka lebih diutamakan.

5. Kelelahan perempuan karena peran ganda

Beban ganda antara pekerjaan profesional dan urusan domestik juga menjadi penyebab utama mengapa perempuan lebih mudah meminggirkan kariernya.

Survei Deloitte menemukan bahwa meski 88 persen responden bekerja penuh waktu, hampir separuh dari perempuan masih memikul tanggung jawab utama dalam pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan, memasak, hingga merawat anak dan lansia. Hanya sekitar 10 persen dari beban tersebut yang diemban oleh pasangan laki-laki.

"Bayangkan saja, Anda bekerja penuh waktu, lalu pulang dan harus mengurus rumah sampai larut malam, akhir pekan juga., dan sebelum berangkat kerja. Rasa lelah dan burnout bisa sangat memengaruhi pilihan karier," papar Emma Codd, pejabat yang bekerja di bidang global diversity, equity and inclusion, di Deloitte.

Akibatnya, kesempatan untuk mengambil promosi, pelatihan, atau proyek besar di tempat kerja sering kali dilewatkan perempuan. Ini bukan karena kurang mampu, melainkan sudah kehabisan energi.

Codd juga menekankan bahwa kemajuan karier tidak hanya ditentukan oleh kehadiran di kantor tapi kesediaan mengambil peluang ekstra. Namun jika semua tanggung jawab rumah tangga sudah menguras tenaga, kemungkinan perempuan untuk mengambil langkah-langkah besar dalam karier menjadi sangat kecil.

Untuk menciptakan hubungan yang benar-benar setara, dibutuhkan kesadaran kolektif bahwa karier perempuan juga layak dihargai dan diprioritaskan. Ini bukan hanya tentang siapa yang menghasilkan lebih banyak uang, melainkan tentang membangun keluarga dengan nilai yang adil dan saling mendukung, tanpa menjadikan peran tradisional sebagai patokan mutlak.

Perubahan harus dimulai dari kesadaran bahwa pilihan perempuan bukan karena mereka lemah atau tak punya visi, melainkan sistem yang belum sepenuhnya berpihak.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online