Jakarta -
Menyandang predikat negara dengan angka kematian terendah bisa menjadi hal yang positif, Bunda. Secara otomatis, negara ini akan dianggap sebagai tempat yang paling aman untuk melahirkan bayi.
Sayangnya, mengetahui angka kematian bayi bayi di suatu negara bukan perkara mudah. Dilansir laman Our World in Data, banyak negara membandingkan angka kematian bayi dengan angka kelahiran hidup. Beberapa di antaranya memiliki tolak ukur yang berbeda, khususnya terkait jumlah kelahiran hidup yang tercatat.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada kriteria yang termasuk sebagai kelahiran hidup, yakni ditemukannya tanda-tanda kehidupan pada bayi mencakup pernapasan, detak jantung, muncul gerakan motorik, dan refleks isap. Sebagian besar negara maju menggunakan kriteria tersebut untuk menilai tanda kehidupan bayi.
Tetapi pada kenyataannya, kriteria tersebut tidak mudah dipraktikkan pada setiap kasus, Bunda. Keputusan sering kali bergantung pada penilaian klinis dari profesional kesehatan.
Faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah bayi yang lahir sangat prematur. Apakah bayi tersebut masuk ke dalam statistik untuk menilai angka kelahiran hidup. Hingga kini, masih banyak bayi yang lahir jauh lebih awal, yakni pada usia kehamilan 35 minggu, 30 minggu, dan bahkan beberapa di antaranya berusia di bawah 22 minggu.
Negara dengan angka kematian terendah
Angka kematian bayi baru lahir dapat dilihat dari data yang diterbitkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Pada tahun 2021, OECD menetapkan ambang batas usia kehamilan 22 minggu, di mana hanya bayi yang lahir dari 22 minggu ke atas yang disertakan di data angka kematian bayi baru lahir. Itu artinya, kelahiran sangat prematur sebelum 22 minggu tidak termasuk dalam data.
Dalam grafik kelompok, negara Jepang, Swedia, Korea Selatan, dan Finlandia memiliki angka kematian neonatal (bayi baru lahir) terendah di satu bulan pertama kehidupan.
Data yang hampir sama juga ditemukan dalam angka kematian bayi di satu tahun kehidupan. Negara Jepang, Swedia, Finlandia, Norwegia, dan Denmark, menjadi negara dengan angka kematian bayi terendah di satu tahun kehidupan.
Salah satu perbedaan terbesar adalah negara Korea Selatan. Peringkat negara ini turun bila merujuk pada angka kematian bayi selama satu tahun pertama kehidupan. Meski begitu, angka kematiannya masih termasuk rendah dibandingkan negara lain, seperti Amerika Serikat.
Dari data yang dipaparkan di OECD Maternal and Infant Mortality Statistics, Indonesia tidak masuk dalam 10 besar negara yang angka kematian bayinya rendah.
Sistem kesehatan memengaruhi angka kematian bayi
Kematian neonatal sangat dipengaruhi oleh kondisi sekitar waktu kelahiran atau sebelum bayi lahir. Kelahiran prematur secara drastis meningkatkan risiko kematian, yang berarti faktor-faktor seperti kesehatan ibu dan kunjungan bidan selama kehamilan sangat penting.
Negara-negara dengan unit perawatan intensif neonatal atau Neonatal Intensive Care Uni (NICU) yang mudah diakses dan berkualitas tinggi dapat memengaruhi angka kematian bayi. Misalnya, negara Korea Selatan melakukan perluasan NICU yang berhasil menurunkan angka kematian neonatal dalam beberapa dekade terakhir.
Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Nordik (Finlandia, Norwegia, Swedia, Denmark) juga telah berinvestasi besar dalam perawatan ibu selama kehamilan dan unit perawatan intensif setelah kelahiran. Hal itu menjelaskan mengapa angka kematian neonatal di negara-negara tersebut sangat rendah, Bunda.
Negara-negara yang 'lebih kecil' seperti Estonia dan Slovenia diketahui telah membuat kemajuan pesat dalam mengurangi angka kematian bayi. Namun, kedua negara tersebut sering kali tidak diperhitungkan karena jumlah kelahiran yang sangat sedikit.
Demikian negara dengan angka kematian bayi baru lahir terendah di dunia. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/pri)