Setelah berhubungan intim, sebagian dari Bunda mungkin menyadari adanya cairan keputihan yang keluar dari vagina. Hal ini kerap menimbulkan rasa penasaran.
Faktanya, keputihan setelah berhubungan intim bisa menjadi bagian dari respons tubuh yang alami. Namun, setiap perempuan memiliki pengalaman yang berbeda, dan memahami apa yang normal bisa membantu Bunda merasa lebih tenang.
Yuk, mari kupas bersama berbagai kemungkinan penyebab keputihan setelah berhubungan intim, kapan hal ini masih tergolong normal, serta bagaimana cara menjaga kesehatan organ intim secara menyeluruh. Simak selengkapnya!
Keputihan setelah berhubungan intim, normalkah?
Vaginal discharge atau keputihan adalah sesuatu yang normal dialami oleh sebagian besar perempuan. NHS menjelaskan bahwa cairan ini berfungsi menjaga kebersihan dan kelembaban vagina, sekaligus melindunginya dari infeksi.
Meski begitu, munculnya keputihan setelah berhubungan seksual kerap menimbulkan tanda tanya. Apakah ini bagian dari proses alami tubuh atau justru perlu diwaspadai?
Menurut dokter anak bersertifikat sekaligus konselor laktasi, Dr. Dan Brennan, perempuan dapat secara alami mengalami keputihan setelah berhubungan intim. Keputihan ini biasanya berupa cairan bening atau putih yang terdiri dari lendir serviks, sekresi vagina, dan sel-sel mati.
"Keputihan yang sehat biasanya berupa cairan bening atau putih yang mengandung lendir serviks, sekresi vagina, dan puing-puing sel. Cairan tersebut membantu melumasi vagina, menjaganya tetap bersih, dan mendukung kesehatan reproduksi secara keseluruhan," jelas Brennan, dikutip dari Medicine Net.
Namun, keputihan yang keluar setelah berhubungan intim bisa memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung pada aroma, warna, dan teksturnya. Oleh karena itu, penting bagi Bunda untuk memahami perbedaannya, mana yang termasuk reaksi tubuh yang wajar dan mana yang bisa menjadi tanda adanya gangguan kesehatan.
7 Penyebab keputihan setelah berhubungan intim
Perbedaan warna, bau, dan konsistensi keputihan bisa menjadi petunjuk penting mengenai penyebab munculnya cairan tersebut. Beberapa penyebab mungkin merupakan reaksi alami tubuh, sementara yang lain dapat menandakan adanya gangguan kesehatan yang memerlukan perhatian.
Melansir dari Medical News Today dan MD Health, berikut tujuh penyebab umum keputihan setelah berhubungan intim. Mulai dari kondisi yang tergolong normal hingga yang bisa menjadi tanda adanya masalah di area kewanitaan.
1. Rangsangan seksual
Gairah seksual merangsang peningkatan aliran darah ke area genital. Pembuluh darah akan melebar untuk mengakomodasi aliran darah yang meningkat tersebut.
Pada perempuan, kondisi ini menyebabkan pembengkakan pada labia, klitoris, serta jaringan di sekitar vagina. Di saat yang sama, kelenjar dalam vagina mulai memproduksi cairan bening dan encer sebagai pelumas alami selama berhubungan intim.
Cairan inilah yang kerap membuat keputihan tampak lebih jelas setelah berhubungan. Biasanya, keputihan menjadi lebih kental dengan warna jernih atau putih susu. Ini merupakan respons tubuh yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan, kecuali jika disertai bau tidak sedap yang bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan.
2. Ejakulasi
Saat berhubungan seks, Bunda bisa mengalami ejakulasi, yaitu keluarnya cairan melalui uretra. Meski para ilmuwan belum sepenuhnya yakin berapa banyak perempuan yang mengalaminya, sebuah tinjauan sistematis tahun 2013 memperkirakan prevalensinya antara 10–54 persen.
Cairan ejakulasi ini diproduksi oleh sebuah kelenjar kecil di dalam vagina. Saat terangsang secara seksual, tubuh dapat mengeluarkan atau bahkan menyemprotkan cairan tersebut, yang kadang terasa mirip dengan buang air kecil. Cairan ini biasanya sangat encer dan tampilannya menyerupai air seni.
3. Perubahan siklus menstruasi
Salah satu penyebab alami dan umum dari keputihan setelah berhubungan intim adalah perubahan hormon yang terjadi sepanjang siklus menstruasi. Fluktuasi hormon ini memengaruhi jumlah, warna, dan tekstur cairan vagina yang keluar.
Di awal dan akhir siklus menstruasi, keputihan biasanya berwarna putih dengan tekstur yang lebih kental. Saat masa ovulasi, cairan tersebut berubah menjadi lebih jernih dan elastis, seperti lendir yang bisa ditarik panjang antara jari.
Perubahan ini terjadi karena serviks memproduksi lendir khusus yang membantu sperma bergerak menuju sel telur. Setelah menstruasi berakhir, lendir ini bisa mengering dan menjadi lebih tebal. Semua perubahan ini merupakan proses fisiologis normal dan bukan tanda adanya gangguan kesehatan.
4. Perubahan pH vagina
Perubahan pH vagina juga bisa menjadi penyebab munculnya keputihan setelah berhubungan intim. pH vagina yang berubah dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti penggunaan sabun yang masuk ke dalam vagina, kontak dengan bahan kimia di area kewanitaan, darah menstruasi, perubahan hormon, aktivitas seksual, atau praktik douching (membersihkan vagina dengan cairan khusus).
Ketika pH vagina terganggu, keseimbangan alami bakteri baik bisa berubah, sehingga menyebabkan munculnya keputihan dengan karakteristik yang berbeda dari biasanya. Kondisi ini sebenarnya cukup umum, namun penting untuk diperhatikan agar tidak berkembang menjadi masalah kesehatan.
5. Reaksi alergi
Reaksi alergi terhadap obat, makanan, atau produk perawatan di area kewanitaan dapat menyebabkan iritasi dan keputihan. Alergi bisa membunuh bakteri baik di vagina. Ini memicu pertumbuhan bakteri atau jamur jahat, yang kemudian menyebabkan keputihan berlebihan, gatal, atau bau.
6. Infeksi jamur
Infeksi jamur atau thrush terjadi saat pertumbuhan jamur Candida di vagina meningkat secara tidak normal. Gejalanya berupa keputihan putih kental seperti keju cottage, meski kadang bisa encer, disertai gatal hebat dan bau khas seperti roti atau bir. Area vagina juga bisa terasa nyeri, kemerahan, dan bengkak.
Infeksi jamur sering muncul setelah penggunaan antibiotik, saat kehamilan, atau pada penderita diabetes. Hal ini terjadi karena kondisi-kondisi tersebut dapat mengubah keseimbangan bakteri dan jamur di vagina, sehingga memudahkan pertumbuhan jamur Candida secara berlebihan.
Berhubungan intim tanpa pengaman dapat meningkatkan risiko penularan berbagai infeksi menular seksual (IMS) yang bisa memicu keputihan tidak normal. Beberapa IMS yang umum menyebabkan keputihan setelah berhubungan antara lain:
- Bacterial Vaginosis: Keputihan berupa cairan berwarna abu-abu dengan bau amis menyengat.
- Trikomoniasis: Keputihan berwarna kuning atau hijau berbusa dengan bau amis, disertai gatal dan nyeri saat buang air kecil.
- Klamidia dan Gonore: Keputihan bisa berwarna hijau, disertai nyeri saat berhubungan atau buang air kecil, serta kemungkinan perdarahan setelah berhubungan.
- Herpes Genital: Keputihan berasal dari luka melepuh di area genital, yang bisa pecah dan mengeluarkan cairan putih.
Cara mengatasi keputihan setelah berhubungan seks
Keputihan setelah berhubungan intim biasanya tidak perlu dikhawatirkan jika tidak disertai gejala seperti gatal berlebihan, nyeri, atau bau menyengat. Meski tidak bisa sepenuhnya dicegah, Bunda bisa melakukan beberapa langkah sederhana untuk mencegah iritasi dan rasa tidak nyaman selama keputihan, seperti dikutip dari NiDirect:
- Cuci area luar vagina dengan lembut menggunakan air hangat dan sabun ringan yang tidak mengandung pewangi.
- Jaga kebersihan area genital secara rutin, terutama setelah berhubungan intim.
- Jangan gunakan sabun atau gel yang mengandung pewangi, karena bisa mengganggu keseimbangan pH alami vagina.
- Hindari penggunaan deodoran, tisu basah beraroma, atau produk kebersihan yang mengandung parfum.
- Jangan melakukan douching (membilas bagian dalam vagina), karena justru dapat membunuh bakteri baik dan memicu infeksi.
Namun, jika keputihan berubah warna, berbau menyengat, atau disertai gejala lain seperti nyeri atau gatal hebat, kemungkinan diperlukan pengobatan medis. Melansir Healthdirect dan MedlinePlus, penanganannya tergantung penyebabnya, seperti:
- Vaginosis Bakterialis (BV): Diobati dengan antibiotik berbentuk tablet, krim, atau gel yang digunakan langsung ke vagina.
- Infeksi Jamur (Kandidiasis): Dapat diatasi dengan krim antijamur atau pessarium. Sebagian besar bisa dibeli tanpa resep.
- Infeksi Menular Seksual (IMS): Seperti trikomoniasis, klamidia, atau gonore, biasanya memerlukan antibiotik sesuai resep dokter.
- Untuk gejala tambahan: Dokter mungkin meresepkan krim kortison untuk meredakan peradangan atau antihistamin untuk mengurangi rasa gatal.
Sebelum menggunakan obat, pastikan Bunda sudah berkonsultasi dengan dokter, agar penyebab keputihan diketahui secara pasti dan pengobatan bisa disesuaikan. Selalu ikuti petunjuk penggunaan pada label atau resep, ya, Bun.
Perbedaan ciri-ciri keputihan normal dan berbahaya
Dilansir Sutter Health dan Kids Health, cairan keputihan dapat dikenali normal atau tidaknya melalui beberapa aspek, seperti warna, bau, dan teksturnya. Biasanya, ciri-ciri keputihan yang normal meliputi:
- Warna bening atau putih
- Tidak berbau atau hanya bau ringan yang tidak menyengat
- Tekstur bisa kental, lengket, licin, atau basah tergantung siklus menstruasi
- Jumlah bervariasi, biasanya meningkat saat ovulasi, kehamilan, atau aktivitas seksual
- Tidak disertai gejala seperti gatal, nyeri, atau iritasi
Sementara itu, keputihan yang tidak normal umumnya ditandai dengan:
- Bau amis menyengat seperti bau ikan
- Warna kehijauan, keabu-abuan, atau kekuningan
- Tekstur berbusa, menggumpal seperti keju cottage, atau menyerupai nanah
- Disertai gatal, perih, kemerahan, atau pembengkakan di area vagina
- Muncul perdarahan atau bercak di luar jadwal menstruasi
Kapan perlu ke dokter jika keputihan setelah berhubungan?
Keputihan setelah berhubungan umumnya tidak berbahaya, tetapi bisa menjadi tanda masalah jika disertai gejala tertentu. Dilansir NHS Inform, Bunda sebaiknya segera periksa ke dokter jika mengalami:
- Nyeri panggul karena mengindikasikan infeksi pada organ reproduksi dalam.
- Perdarahan di luar jadwal menstruasi atau setelah berhubungan, yang bisa terkait dengan infeksi, polip, atau kondisi serius lainnya.
- Nyeri atau rasa terbakar saat buang air kecil menandakan gejala khas infeksi saluran kemih atau infeksi menular seksual (IMS).
- Gatal, nyeri, atau luka melepuh di area genital menandakan infeksi jamur, herpes, atau iritasi berat.
- Perubahan pada keputihan, seperti warna kehijauan, berbusa, atau bau amis menyengat.
Jika Bunda mengalami satu atau lebih gejala di atas, segera konsultasikan ke dokter. Penanganan sejak dini penting untuk mencegah infeksi menyebar dan memicu komplikasi.
Demikian penjelasan seputar keputihan setelah berhubungan intim yang penting untuk Bunda ketahui. Dengan memahami penyebab dan cara mengatasinya, Bunda bisa lebih waspada dan mencegah kondisi yang lebih serius. Semoga bermanfaat, ya, Bun!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)