Ramai Tren "Reverse Parenting" di China, Anak Sibuk Masak dan Orang Tua Justru Santai

1 week ago 16

Jakarta -

Ada berbagai jenis pola asuh yang dapat diterapkan dalam membesarkan anak, termasuk salah satunya yang sedang tren saat ini yakni reverse parenting. Tren tersebut sedang ramai dibicarakan di China. Apa yang dimaksud reverse parenting?

Dikutip dari laman News 18, sedang terjadi perubahan budaya yang mencuri perhatian dunia di negara tersebut. Ada pembalikan peran yang tidak terduga antara orang tua dan anak-anak.

Anak-anak mengambil alih tanggung jawab orang tua, sementara orang tua tampak lebih santai dan tidak banyak melakukan pekerjaan rumah.

Video dan foto yang membanjiri platform media sosial China memperlihatkan anak-anak sedang sibuk memotong sayuran, menyapu lantai, dan pergi ke pasar, sementara orang tua duduk santai.

Apa itu reverse parenting?

Tren yang dikenal sebagai reverse parenting ini semakin populer karena dianggap berpotensi menanamkan disiplin, kemandirian, dan empati pada generasi berikutnya.

Secara tradisional, pola pengasuhan di banyak keluarga (termasuk di India dan China) mengikuti pola serupa. Seorang Bunda bangun pagi untuk menyiapkan bekal sekolah, Ayah menyetrika seragam dan memoles sepatu, lalu keduanya menyiapkan anak-anak untuk sekolah. 

Namun di masyarakat China masa kini, pemandangan itu berubah. Kini anak-anak justru bangun lebih awal, kemudian memasak, mengepel lantai, dan memastikan orang tua mereka 'terurus'.

Dengan kata lain, orang tua dan anak-anak bertukar peran menjalani pekerjaan sehari-hari, sebagaimana biasanya sejak zaman dahulu dilakukan.

Tujuan dari reverse parenting

Disebutkan bahwa tujuan dari reverse parenting bukanlah untuk membebani anak-anak, melainkan untuk mengajarkan tanggung jawab. 

Para pendidik dan pakar pengasuhan anak di China berpendapat bahwa dengan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan rumah tangga sejak dini, mereka lebih siap menghadapi kehidupan dewasa.

"Anak-anak yang mengelola pekerjaan rumah mengembangkan rasa waktu, tanggung jawab, dan keterampilan berorganisasi dengan lebih baik," ungkap psikolog perkembangan anak yang berbasis di Shanghai, Dr. Li Feng.

Menurutnya, anak-anak belajar melihat dunia tidak hanya dari sudut pandang mereka sendiri, tetapi juga dari mata orang-orang yang merawat mereka. Dalam hal ini yaitu orang tua.

Kisah anak-anak dengan pola asuh reverse

Tren ini viral berkat seorang anak bernama Yuanyuan, yang merupakan seorang siswa sekolah dasar dari Provinsi Liaoning di China. Lewat video-video yang direkam sendiri menggunakan kamera kecil yang dijepitkan ke pakaiannya, Yuanyuan membagikan kehidupannya sehari-hari.

Rekaman tersebut kemudian disunting menjadi video,yang membuatnya viral dalam waktu singkat. Di setiap videonya, Yuanyuan selalu sibuk melakukan banyak aktivitas yang biasa dilakukan orang tua. Ia memulai hari dengan berjalan-jalan mengantar anjing tetangga untuk mendapat uang saku.

Setelah sekolah, ia menghubungi ibundanya untuk menanyakan menu makan malam yang diinginkan. Lalu Yuanyuan belanja bahan makanan ke pasar. Sesampai di rumah, Yuanyuan langsung masak.

Kelebihan reverse parenting

Di beberapa platform China, ada banyak unggahan yang menunjukkan anak-anak dengan gembira berpartisipasi dalam tugas domestik. Banyak yang dengan bangga memamerkan masakan buatan sendiri atau kamar tidur yang rapi.

Anak-anak sama sekali tidak terlihat terbebani, mereka justru tampak termotivasi dan bahkan bahagia. Para ahli mengaitkan hal ini dengan meningkatnya rasa pencapaian dan otonomi. 

"Ketika anak-anak merasakan hasil dari kerja keras mereka, kepercayaan diri pun berkembang. Mereka merasa memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga," jelas Dr. Feng.

Selain itu, reverse parenting juga dipercaya dapat memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak. Ketika anak-anak merasakan bagaimana rasanya menjalankan peran orang tua, bahkan hanya sementara, mereka mulai menghargai upaya dan perhatian yang tercurah dalam kehidupan sehari-hari.

Kekurangan dari pola asuh reverse

Meskipun tren ini dipandang memiliki banyak nilai positif, beberapa ahli memperingatkan agar penerapannya juga tidak berlebihan. 

Seorang pakar pengasuhan dari India, Ashita Sharma, menegaskan bahwa tidak diberikan batasan yang jelas maka pola asuh ini dapat menjadi kontraproduktif. 

"Anak-anak bukanlah orang dewasa dalam 'ukuran mini'. Jika kita membebani mereka dengan tanggung jawab, kita berisiko mendorong mereka ke arah kebencian," ungkap Sharma.

Oleh sebab itu, penting untuk tetap menjaga keseimbangan semuanya. Melakukan pekerjaan rumah dapat membantu membangun keterampilan hidup dan kemandirian, tetapi tidak boleh mengorbankan waktu bermain, hobi, atau fokus akademik anak-anak. 

"Anak-anak belajar tidak hanya dari pekerjaan rumah tangga, tetapi juga dari bermain bebas, membaca, dan eksplorasi. Hal inilah yang memicu kreativitas dan pertumbuhan emosional mereka," lanjutnya.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(fir/fir)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online