Angka Kelahiran Menurun Tajam, Jepang Berencana Gratiskan Biaya Melahirkan

2 days ago 11

Jakarta -

Bunda pasti sering mendengar bahwa Jepang adalah salah satu negara dengan penduduk lanjut usia terbanyak di dunia. Namun, baru-baru ini Jepang kembali menjadi sorotan karena angka kelahiran di negara tersebut terus menurun secara drastis. Bahkan, pada tahun 2024, jumlah kelahiran bayi di Jepang hanya sekitar 758 ribu jiwa, yang merupakan angka terendah sepanjang sejarah modern negara itu.

Ini bukan hanya angka di atas kertas, Bunda. Kondisi ini berdampak besar pada banyak aspek kehidupan mulai dari kekurangan tenaga kerja, peningkatan beban ekonomi bagi generasi muda, hingga kekhawatiran tidak adanya cukup anak-anak untuk merawat orang tua di masa depan.

Penurunan angka kelahiran di Jepang bukanlah hal yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari berbagai faktor sosial, ekonomi, dan budaya yang saling terkait dan berlangsung selama bertahun-tahun.

Salah satu alasan utama adalah tingginya biaya hidup, khususnya di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka. Pasangan muda di Jepang menghadapi tekanan finansial yang besar untuk membangun keluarga.

Mulai dari biaya melahirkan yang bisa mencapai puluhan juta rupiah, hingga kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak yang mahal, semuanya menjadi beban berat bagi banyak keluarga.

Di sisi lain, dikutip dari CBSNews, budaya kerja di Jepang terkenal dengan jam kerja yang panjang dan tekanan profesional yang tinggi. Banyak orang Jepang bekerja lebih dari 10 jam per hari, bahkan pulang larut malam. Akibatnya, waktu untuk membangun dan merawat keluarga menjadi sangat terbatas. Gaya hidup yang sibuk ini membuat banyak pasangan menunda, bahkan memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali.

Perubahan pandangan hidup di kalangan generasi muda juga turut memengaruhi. Dilansir dari Bloomberg, semakin banyak perempuan Jepang yang memilih mengejar pendidikan tinggi dan karier profesional, dan merasa bahwa pernikahan serta kehadiran anak bisa menjadi hambatan bagi cita-cita mereka.

Apalagi, sistem kerja di Jepang masih belum sepenuhnya mendukung ibu bekerja untuk tetap berkarier setelah melahirkan. Minimnya fasilitas penitipan anak yang terjangkau dan kurangnya fleksibilitas kerja membuat banyak perempuan ragu untuk memulai keluarga.

Selain itu, fenomena menurunnya minat terhadap pernikahan juga mulai mencuat. Banyak anak muda Jepang yang merasa lebih nyaman hidup sendiri, menjalani hobi, dan menikmati kebebasan tanpa harus memikirkan tanggung jawab besar sebagai orang tua.

Hal ini diperparah dengan fakta bahwa Jepang adalah negara dengan populasi yang menua sangat cepat. Rasio penduduk lanjut usia jauh lebih tinggi dibandingkan anak muda. Kondisi ini menciptakan tekanan tambahan karena generasi muda harus menanggung beban perawatan bagi orang tua mereka, sementara dukungan sosial dari negara masih terbatas.

Semua faktor ini menciptakan sebuah siklus yang kompleks. Ketika biaya tinggi, tekanan sosial, dan minimnya dukungan negara tidak segera diatasi, maka keputusan untuk menunda atau menolak memiliki anak menjadi semakin rasional bagi banyak pasangan.

Biaya persalinan saat ini di Jepang

Melahirkan bayi di Jepang saat ini disertai dengan pertimbangan keuangan yang substansial. Dikutip dari Tokyoweekender, biaya sangat bervariasi menurut wilayah. Rata-rata nasional untuk persalinan normal mencapai sekitar ¥518.000 pada paruh pertama tahun 2024, naik dari sekitar ¥417.000 pada 2012. Di Tokyo, biayanya jauh lebih tinggi, rata-rata ¥625.000.

Di bawah sistem saat ini, persalinan normal tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan nasional Jepang. Sebaliknya, pemerintah menyediakan 'tunjangan persalinan dan pengasuhan anak' sekaligus sebesar ¥500.000 untuk mengimbangi biaya. Namun, subsidi ini tidak mencukupi bagi banyak keluarga, dengan sekitar 45 persen kasus melaporkan biaya yang melebihi tunjangan, menurut data yang dikumpulkan antara Mei 2023 dan September 2024.

Ketegangan finansial menjadi sangat akut bagi penduduk Tokyo dengan kesenjangan antara subsidi dan pengeluaran aktual dapat mencapai puluhan ribu yen dalam biaya yang harus dikeluarkan sendiri.

Bayangkan, Bunda, biaya melahirkan normal di Jepang bisa mencapai ¥500.000 hingga ¥700.000 (sekitar Rp50-70 juta) dan itu belum termasuk biaya perawatan pasca melahirkan.

Solusi pemerintah Jepang: Biaya melahirkan akan digratiskan!

Kementerian Kesehatan Jepang telah mengumumkan rencana untuk menghilangkan biaya persalinan standar yang tidak ditanggung sendiri, dengan penerapan yang ditargetkan pada tahun fiskal 2026. Perubahan kebijakan yang signifikan ini, yang disetujui oleh panel ahli pada tanggal 14 Mei, bertujuan untuk mengatasi angka kelahiran yang menurun dengan cepat di Jepang dengan meringankan beban keuangan pada keluarga muda.

Panel ahli merekomendasikan agar pemerintah merancang sistem khusus sekitar tahun fiskal 2026 untuk membebaskan biaya persalinan standar. Meskipun Kementerian Kesehatan telah menerima arahan ini, metode implementasi khusus masih dalam pertimbangan.

Dua pendekatan utama sedang dieksplorasi, memperluas cakupan asuransi kesehatan publik untuk mencakup persalinan normal tanpa pembayaran bersama, atau secara signifikan meningkatkan tunjangan persalinan yang ada untuk sepenuhnya menutupi biaya standar. Setiap pendekatan menghadirkan tantangan yang berbeda bagi sistem perawatan kesehatan.

Apa yang dimaksud dengan 'biaya persalinan standar' juga memerlukan definisi lebih lanjut. Panel mencatat bahwa beberapa fasilitas saat ini memasukkan layanan tambahan seperti makanan perayaan atau kamar pribadi dalam biaya dasar mereka. Apakah metode persalinan tanpa rasa sakit seperti epidural akan disertakan dalam cakupan standar masih belum jelas.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online