Jakarta -
Beberapa negara mulai 'kehilangan' jumlah dokter kandungan laki-laki, Bunda. Padahal selama beberapa dekade, dokter kandungan laki-laki mudah ditemukan di klinik dan rumah sakit.
Salah satu negara yang kekurangan tenaga dokter kandungan laki-laki adalah Kanada. Menurut survei Canadian Medical Association, hampir 60 persen dokter kandungan di negara ini adalah perempuan.
Hal itu cukup mengkhawatirkan. Dilansir dari laman CBC, survei juga mengungkap bahwa penurunan jumlah dokter kandungan berbasis gender di negara ini bisa menghilangkan sepenuhnya peran laki-laki dari bidang medis tersebut.
Pada tahun 2012, Royal College of Physicians and Surgeons of Canada mengatakan bahwa 50 persen dokter kandungan dan ginekolog di Kanada adalah perempuan. Saat ini, jumlahnya menjadi 58 persen. Data tersebut sesuai dengan angka dari Amerika Serikat (AS), di mana 59 persen ginekolog adalah perempuan.
Perlu diketahui, data terbaru ini jauh berbeda dari tahun 1970, ketika hanya tujuh persen dokter kandungan yang berpraktik di AS adalah perempuan.
Selain Kanada, negara Finlandia juga mengalami 'krisis' kekurangan dokter kandungan laki-laki. Dikutip dari laman Yle, jumlah laki-laki yang belajar untuk menjadi dokter kandungan telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Mahasiswa kedokteran mengatakan bahwa masalah tersebut sudah jelas terlihat bahkan saat mereka masih kuliah.
Pada ulasan tahun 2024 lalu, dilaporkan bahwa ada lima universitas yang mendidik calon dokter di Finlandia. Saat itu, hanya fakultas kedokteran di Universitas Helsinki dan Turki yang memiliki mahasiswa laki-laki yang mengkhususkan diri dalam ginekologi dan obstetri (OBGYN).
Di Turku, hanya ada satu dokter residen obstetri dan ginekologi. Sementara menurut angka statistik, hanya ada tujuh mahasiswa laki-laki yang mengkhususkan diri dalam ginekologi di Helsinki.
Beberapa dekade lalu, rasionya sangat berbeda karena bidang kedokteran lebih didominasi laki-laki. Data dari Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Finlandia (THL) menyoroti perubahan signifikan dalam profesi tersebut selama 40 tahun terakhir.
Lantas, apa yang membuat jumlah dokter kandungan laki-laki semakin sedikit di negara-negara tersebut?
Penyebab dokter kandungan semakin sedikit
Dokter penyakit ginekologi dan persalinan Juuso Isotalo, menyadari selama masa kuliahnya bahwa banyak perempuan ragu untuk berinteraksi dengan mahasiswa laki-laki. Hal itu tidak dapat dicegah karena setiap pasien memiliki hak untuk menolak.
"Hal itu mungkin terkait dengan agama atau budaya. Sesuatu yang telah terjadi pada mereka, atau mereka memiliki pengalaman yang buruk," ujarnya.
Profesor obstetri dan ginekologi Paivi Polo yang memiliki pengalaman mengajar selama lebih dari 20 tahun, membenarkan pengamatan Isotalo. Ia mengatakan bahwa banyak perempuan tidak ingin diperiksa oleh mahasiswa laki-laki.
"Jika seorang mahasiswa laki-laki menemui banyak pasien yang menolak menemuinya karena ia laki-laki, dapat dimengerti bahwa ia tidak ingin mengambil spesialisasi di bidang yang membuatnya merasa didiskriminasi," ujar Polo.
"Kita banyak berbicara tentang kesetaraan perempuan, tetapi dalam kasus ini, laki-laki tidak diperlakukan secara setara," ungkap Polo tentang perempuan yang menolak diperiksa oleh dokter kandungan dan ginekologi laki-laki.
Ya, preferensi pasien merupakan salah satu faktor banyaknya jumlah dokter kandungan perempuan dibandingkan laki-laki. Sebuah tinjauan studi di jurnal Patient Education and Counseling tahun 2012 menyimpulkan bahwa pasien merasa dokter perempuan lebih mampu daripada laki-laki untuk melihat sesuatu dari sudut pandang pasien. Sebuah studi tahun 2013 juga menunjukkan bahwa pasien perempuan melihat dokter wanita memiliki kekurangan dalam hal paternalistis (perilaku otoriter) daripada pria.
Seorang perempuan bernama Conchita Beronilla mengatakan bahwa ia mempercayai dokter perempuan karena alasan yang jelas. Menurutnya, dokter kandungan laki-laki yang merawat saat akan melahirkan tidak dapat memahami rasa sakitnya.
"Kita semua mengalami kram dan siklus menstruasi. Bahkan, jika mereka (dokter kandungan perempuan) tidak memiliki anak, saya percaya padanya, karena kita semua mengalami penderitaan yang sama," ungkap Beronilla, mengutip LA Times.
Meski banyak pasien perempuan memilih dokter yang gendernya sama, bukan berarti semua dokter laki-laki tidak disukai. Sebuah tinjauan di Obstetrical & Gynecological Survey tahun 2013 menemukan bahwa delapan persen perempuan menganggap laki-laki lebih lembut dan pendengar yang baik. Sayangnya, survei ini tidak dapat memastikan apakah temuan tersebut berasal dari pengalaman nyata atau persepsi dan stereotip umum.
Di luar ginekologi dan kebidanan, sebenarnya kurang dari sepertiga dokter adalah perempuan. Perempuan mungkin mendominasi bidang OBGYN, tetapi laki-laki masih mendominasi 37 dari 42 spesialisasi medis lainnya.
Demikian penjelasan terkait berkurangnya jumlah dokter kandungan laki-laki di beberapa negara. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/pri)