Jakarta -
Kehamilan kerap dianggap sebagai momen membahagiakan, apalagi bagi seorang putri kerajaan yang sedang mengandung calon pewaris takhta. Namun, kisah nyata Putri Diana dan Kate Middleton membuktikan bahwa kehamilan bisa menjadi perjuangan berat, bahkan di balik kemegahan istana.
Putri Diana, di usia yang masih sangat muda, menghadapi tekanan besar sebagai anggota baru keluarga kerajaan Inggris. Kehamilannya dengan Pangeran William diwarnai rasa kesepian, gangguan mental, dan ketidakhadiran emosional dari suaminya, Pangeran Charles.
Tiga dekade kemudian menantunya, Kate Middleton, mengalami kondisi kehamilan yang sama, tetapi mendapat dukungan yang jauh lebih terbuka dari keluarga kerajaan dan masyarakat.
Perbedaan penanganan ini menunjukkan bagaimana pandangan terhadap kesehatan ibu hamil, terutama yang berkaitan dengan kondisi mental dan fisik, telah berkembang. Yuk simak artikel di bawah ini untuk melihat lebih jauh kisah perjuangan mereka.
Kehamilan yang berat dan perjuangan mental Putri Diana
Pada Oktober 1981, ketika baru berusia 20 tahun, Putri Diana baru saja mengetahui bahwa ia tengah mengandung calon pewaris tahta Inggris, Pangeran William. Namun kebahagiaan itu dibayangi oleh kondisi kesehatan yang buruk dan tekanan emosional yang berat.
Dalam biografi Diana: Her True Story karya Andrew Morton, yang dikutip dari laman Daily Mail, Putri Diana menceritakan bahwa ia mengalami mual parah di sepanjang masa kehamilan yang sekarang dikenal sebagai hyperemesis gravidarum yang membuatnya kerap muntah hampir setiap kali berdiri.
Di salah satu rekaman rahasia yang dibuat untuk Morton, Putri Diana mengungkapkan bahwa ia merasa tertekan dan sangat kesepian. Bahkan saat menghadiri acara formal, ia harus diam-diam meninggalkan ruangan untuk muntah, lalu kembali seolah tak terjadi apa-apa.
Ia merasa terjebak dalam tugas kerajaan dan tidak tahu arah hidupnya. Pada usia kehamilan 12 minggu, Putri Diana jatuh dari tangga di Sandringham. Belakangan ia mengakui bahwa kejadian itu disengaja, sebuah usaha putus asa untuk menarik perhatian Pangeran Charles setelah merasa diabaikan secara emosional.
“Saya sudah menangis dan mengatakan padanya bahwa saya merasa sangat putus asa,” ujar Diana dalam rekaman tersebut. “Tapi Charles malah menuduh saya berlebihan dan berkata, ‘Aku mau pergi berkuda sekarang'.” Putri Diana pun nekat menjatuhkan dirinya, dengan harapan sang suami akan peduli.
Meski Charles sempat menemani Putri Diana saat melahirkan William pada 21 Juni 1982, menjadikannya pria kerajaan pertama yang hadir saat kelahiran anaknya, perjuangan mental Putri Diana tidak berakhir.
Bahkan ketika William masih balita, ia sempat pingsan saat kunjungan ke Kanada. Masalah dalam pernikahan mereka terus memburuk hingga akhirnya keduanya resmi bercerai pada tahun 1996.
Kate Middleton dan perubahan sikap istana terhadap morning sickness
Tiga puluh tahun kemudian, kisah serupa kembali terjadi pada menantu Putri Diana, Kate Middleton. Dalam kehamilannya, Kate juga mengalami hyperemesis gravidarum, kondisi mual dan muntah parah yang bisa sangat membahayakan.
Kehamilan pertamanya bahkan diumumkan lebih awal dari biasanya karena Kate harus dilarikan ke rumah sakit akibat kondisinya yang semakin parah.
Namun berbeda dengan Putri Diana, Kate mendapatkan penanganan medis yang lebih baik dan dukungan yang lebih terbuka dari masyarakat serta keluarga kerajaan.
Dikutip dari Daily Mail, pada tahun 2023 Kate berbagi kisah tentang perjuangannya melawan morning sickness dalam kunjungannya ke kelas perkembangan sensorik di Kent. Ia menyebut bahwa kondisi tersebut sangat berat dan memengaruhi kondisi mental dan fisiknya secara signifikan.
Kate juga menunjukkan kepeduliannya terhadap masa awal kehidupan anak melalui kampanye Shaping Us yang diluncurkan pada 2021.
Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya lima tahun pertama dalam kehidupan anak, dan menurut keterangan dari Kensington Palace, hal ini telah menjadi 'kerja hidup' Kate.
Ia ingin memutus siklus kesulitan pengasuhan, terutama bagi orang tua yang memiliki pengalaman masa kecil yang sulit. Berbeda dengan pengalaman Putri Diana yang cenderung diabaikan oleh lingkaran dalam kerajaan, kisah Kate justru mendorong terbukanya diskusi mengenai pentingnya kesehatan mental dan fisik selama kehamilan.
Perubahan ini juga menunjukkan bagaimana sikap istana dan masyarakat terhadap peran ibu telah mengalami perkembangan besar, lebih manusiawi dan terbuka terhadap isu kesehatan.
Kisah Putri Diana dan Kate menjadi cermin dari bagaimana perjalanan seorang ibu, bahkan dari keluarga kerajaan yang tidak selalu berjalan mulus. Meski status dan gelar mereka terlihat megah di mata dunia, kenyataan di balik istana bisa sangat berbeda.
Dari pengalaman mereka, publik belajar bahwa perhatian terhadap kesehatan ibu hamil, baik fisik maupun mental, harus menjadi prioritas, tanpa memandang status sosial.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(pri/pri)