Bunda atau suami susah mendapatkan kredit rumah? Mungkin ada pengaruh dari pekerjaan. Ini deretan pekerja yang susah mendapatkan KPR ke bank.
Memiliki rumah sendiri merupakan impian banyak orang. Salah satu cara paling umum untuk mewujudkan keinginan tersebut adalah melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ditawarkan oleh bank.
Dengan sistem ini, Bunda bisa mencicil pembayaran rumah dalam jangka waktu panjang, mulai dari delapan hingga tiga puluh tahun. Sayangnya, tidak semua orang mudah mendapatkan akses ke fasilitas ini.
Bank tidak bisa langsung menyetujui setiap pengajuan KPR. Terdapat proses seleksi ketat yang melibatkan pemeriksaan kelayakan finansial, termasuk status pekerjaan dan penghasilan pemohon.
Meski pada dasarnya syarat umum KPR tidak terlalu rumit, seperti merupakan seorang WNI, berusia minimal 21 tahun, serta memiliki penghasilan tetap, faktanya ada kelompok-kelompok pekerja tertentu yang dianggap kurang memenuhi kriteria layak kredit.
Kondisi ini membuat sejumlah profesi harus berhadapan dengan proses pengajuan yang lebih panjang dan berliku. Dalam banyak kasus, pihak bank menganggap sebagian pekerjaan memiliki risiko tinggi gagal bayar atau tidak mampu memberikan jaminan pemasukan yang stabil.
Mari bahas mengenai jenis profesi yang sering mengalami kesulitan saat mengajukan kredit rumah, beserta alasan di baliknya.
Golongan pekerja yang susah mendapatkan kredit rumah
Simak ulasannya di bawah ini:
1. Pekerja dengan risiko tinggi
Profesi dengan tingkat risiko keselamatan kerja tinggi biasanya menghadapi kendala besar dalam pengajuan KPR. Hal ini berkaitan erat dengan kekhawatiran bank terhadap kemungkinan pemohon tidak mampu melunasi cicilan karena kecelakaan kerja hingga risiko kematian.
Contoh pekerjaan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain penambang, pelaut, dan petugas pemadam kebakaran. Meski begitu, bukan berarti peluang Bunda untuk memperoleh KPR tertutup sepenuhnya.
Asalkan bisa menunjukkan rekam jejak kredit yang baik serta penghasilan memadai, bank tetap bisa mempertimbangkan pengajuan kredit rumah. Beberapa bank bahkan telah mulai membuka program khusus bagi profesi berisiko tinggi dengan syarat tenor yang lebih pendek dan dokumen pendukung lengkap.
"Calon debiturnya sendiri harus mampu menunjukkan itikad baik dalam berbisnis, di antaranya tidak memiliki riwayat kredit (kartu kredit, pembiayaan konsumtif lain atau pembiayaan komersial) yang buruk, mampu memenuhi persyaratan dokumen yang lengkap, dan memastikan kemampuan keuangan yang memadai untuk memperoleh fasilitas pembiayaan," jelas Arianto Muditomo, selaku Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran, mengutip detikcom.
2. Freelancer
Kendala utama bagi para freelancer dalam pengajuan KPR adalah sulitnya menunjukkan bukti penghasilan tetap. Tidak adanya slip gaji atau kontrak kerja membuat bank kesulitan dalam menilai kemampuan finansial jangka panjang mereka.
Fakta di lapangan, penghasilan freelancer bisa saja lebih tinggi dibandingkan pekerja tetap. Namun sifatnya yang fluktuatif menjadi tantangan utama.
Untuk mengatasi hal ini, pekerja lepas disarankan memiliki laporan keuangan yang rapi dan teratur, serta rekening bank pribadi yang mencerminkan arus kas bulanan secara konsisten. Langkah ini bisa membantu meyakinkan pihak bank akan kestabilan penghasilan Bunda.
3. Wiraswasta
Pengusaha kecil dan pelaku UMKM sebenarnya memiliki potensi penghasilan yang besar. Sayangnya, sifat bisnis yang naik-turun membuat bank ragu untuk memberikan pinjaman jangka panjang.
Selain itu, pelaku usaha mandiri biasanya tidak memiliki dokumen resmi berupa slip gaji. Terkadang juga tidak bisa memisahkan antara keuangan pribadi dan bisnis.
Kendala ini dapat diatasi bila pemilik usaha mampu menyediakan laporan keuangan tahunan dan catatan transaksi yang rinci. Semakin transparan kondisi finansial yang ditunjukkan, semakin besar kemungkinan bank akan menyetujui pengajuan KPR rumah Bunda.
4. Pekerja informal
Jenis pekerjaan informal, seperti pedagang kaki lima, supir angkot, tukang ojek, atau buruh harian lepas kerap kali menghadapi hambatan besar dalam pengajuan KPR. Bukan karena mereka tidak bekerja keras, melainkan karena penghasilan yang tidak tercatat secara formal.
Belum lagi tidak adanya bukti penghasilan tetap menjadi alasan utama ditolaknya pengajuan kredit rumah Bunda. Kini ada alternatif lain yang bisa dijadikan solusi.
Pemerintah melalui program KPR subsidi dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah membuka akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pekerja informal agar tetap bisa memiliki rumah.
Program tersebut menawarkan bunga tetap sepanjang tenor cicilan dan syarat yang lebih fleksibel.
Menurut pengamat perbankan dan sistem pembayaran, Arianto Muditomo, penolakan KPR sebenarnya bukan karena profesi seseorang, melainkan sejumlah indikator yang dinilai berisiko bagi pihak bank. Oleh karena itu, ia menyarankan agar setiap pemohon, terlepas dari jenis pekerjaannya, dapat menunjukkan komitmen dan kemampuan finansial yang sehat.
Bagi pekerja dengan penghasilan rendah, mengikuti program KPR subsidi merupakan solusi yang cukup ideal. Pemerintah bahkan telah menetapkan batas gaji untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar dapat mengakses program ini, maksimal Rp12 juta untuk single dan Rp14 juta buat Bunda sudah berkeluarga.
Dengan semakin banyaknya inisiatif dari pemerintah dan perbankan, diharapkan akses terhadap kepemilikan rumah bisa lebih inklusif dan tidak memandang jenis profesi semata.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)